Kamis 14 Apr 2022 06:01 WIB

Kemenkumham Vs Sesneg Berebut Kewenangan, Sama-Sama Bawa Nama Jokowi

Baleg menyebut perebutan kewenangan perundangan kedua kementerian memalukan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ilham Tirta
Baleg mengambil keputusan tingkat I atas revisi UU PPP dan akan disahkan dalam rapat paripurna mendatang, di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/4) malam.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Baleg mengambil keputusan tingkat I atas revisi UU PPP dan akan disahkan dalam rapat paripurna mendatang, di Ruang Rapat Baleg, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/4) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) menjadi alot dalam rapat panitia kerja (Panja) di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Hal tersebut terjadi ketika membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) 64 dan 65 dalam Pasal 85 yang mengatur kewenangan pengundangan.

Dua DIM tersebut merupakan usulan pemerintah. Di mana pada DIM 64 yang merupakan pasal 85 ayat 1 menjelaskan, pengundangan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara.

Baca Juga

Sementara dalam DIM 65 yang merupakan pasal 85 ayat 2 berbunyi, "Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf d dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan."

Namun, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) keberatan dengan DIM yang memuat pasal tersebut. Padahal, DIM tersebut disusun pemerintah yang kemudian diserahkan kepada Baleg pada beberapa hari yang lalu.

"Sekretariat Negara tidak punya sama sekali tugas dan fungsi terkait pembentukan peraturan perundang-undangan. Karena pengundangan merupakan tahapan dan di Setneg pun tidak ada nomenklatur perancangan peraturan perundang-undangan," ujar Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Benny Riyanto dalam rapat Panja revisi UU PPP, Rabu (13/4/2022).

Ia juga menceritakan, beberapa hari lalu, Presiden Joko Widodo telah bertemu dengan Menkumham Yasonna H Laoly dan Menteri Sekretariat Negara Pratikno untuk membahas kewenangan pengundangan ini. Yasonna kemudian menghubunginya dan mengatakan, proses pengundangan tetap merupakan ranah Kemenkumham.

Jokowi, jelas Benny, menginginkan agar proses pengundangan peraturan perundang-undangan tak mengalami hambatan ke depannya. Bahkan, pengundangan kalau bisa dilakukan selambat-lambatnya 1x24 jam.

"Untuk mempercepat itu, maka disepakati bahwa selain 1x24 dituangkan dalam norma Undang-Undang ini, juga penandatanganan dilakukan secara elektronik dan itu tetap berada di Kementerian Hukum dan HAM," ujar Benny.

Diketahui, Menkumham berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan berwenang melakukan pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Namun, pendapat berbeda disampaikan oleh Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Hukum Kemensetneg, Lydia Silvanna Djaman. Ia mengatakan, telah menerima telepon dari Pratikno hari ini dan tetap bersikukuh DIM 64 dipertahankan.

Klaim yang sama juga disampaikan oleh Lydia, bahwa Pratikno telah mendapat arahan yang sama dari Jokowi agar pengundangan menjadi ranah Setneg. "Berulang-ulang kali mengkonfirmasi pada Pak Mensesneg dan Pak Mensesneg sesuai arahan Pak Presiden itu DIM pemerintah dipertahankan," ujar Lydia.

Wakil Ketua Baleg Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi mengatakan, perbedaan suara yang disampaikan oleh pemerintah dalam rapat panja revisi UU PPP merupakan sesuatu yang memalukan. Padahal, DIM tersebut disusun oleh pemerintah.

"Ya kalau mau Setneg, Setneg semuanya. Kalau mau Menkumham, Menkumham semuanya, kalau ada opsi-opsi baru seperti itu di lapangannya akan ruwet. Jadi daripada berdebat terbuka, menunjukkan hal-hal yang tidak progresif seperti itu," ujar Baidowi.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Baleg Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya. "Pemerintah ini memalukan. Bagi saya, diselesaikan saja di pemerintah jangan jadikan DPR sebagai fasilitator dalam keributan ini, ini menjadi pembelajaran bagi kita, harusnya Pemerintah bisa satu suara," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement