Selasa 08 Feb 2022 14:31 WIB

DPR Klaim Jalankan Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Melalui Revisi UU PPP

Revisi UU PPP akan mengatur omnibus sebagai metode pembentukan undang-undang.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/6).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, pihaknya memenuhi putusan Mahkamah Kosntitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Langkah pertama yang dilakukan adalah lewat revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).

"Kita akan lakukan sesuai dengan Mahkamah Konstitusi, tetapi mengenai hal-hal lain belum bisa saya sampaikan, karena itu nanti akan dibahas di Badan Legislasi," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga

Ia menjelaskan, revisi UU PPP dimaksudkan agar di dalamnya mengatur omnibus sebagai salah satu metode pembetukan peraturan perundang-undangan. Agar nantinya, proses penyederhanaan tumpang tindih undang-undang lewat metode omnibus tak dinyatakan lagi inkonstitusional oleh MK.

"Mungkin akan ada lagi seperti Undang-Undang Ciptaker, di mana kemudian kita menyederhanakan undang-undang agar tidak tumpang tindih, dan lain-lain, dan alasannya itu atau dasar hukumnya itu," ujar Dasco.

Revisi UU PPP juga disebutnya sebagai langkah DPR dalam melaksanakan putusan MK untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. "Kita lihat ke belakang bahwa dasar hukumnya juga harus kita betulkan," ujar Dasco.

"Nah oleh karena itu step by step kita lakukan, supaya kalau nanti ada lagi (pembuatan undang-undang dengan metode omnibus) itu tidak membuat aturan atau undang-undang yang dibuat itu bermasalah," ujarnya.

Terdapat 15 poin yang akan direvisi dalam UU PPP. Beberapa poin di antaranya adalah memasukkan pengertian omnibus law sebagai metode pembentukan perundang-undangan. Pengertiannya akan dimasukkan dalam Pasal 1 dalam RUU PPP tersebut.

Adapun pengertian omnibus law adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan, dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama. Dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.

"Dua, perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g RUU. Tiga, perubahan Pasal 9 RUU, dengan menambahkan empat ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap undang-undang di Mahkamah Konstitusi oleh DPR dan Pemerintah," ujar Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dalam rapat pleno RUU PPP.

Poin keempat adalah perubahan Bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan jµdul 'Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus'. Lima, penambahan Pasal 42A yang mengatur mengenai penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.

Enam, perubahan Pasal 58 yang mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD provinsi dan dari gubernur. Serta, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berasal dari DPRD kabupaten/kota serta Peraturan Kepala Daerah Provinsi dan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Tujuh, perubahan Pasal 64 RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1a) yang mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus," ujar Baidowi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement