REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) meminta Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mundur sebagai pimpinan lembaga antirasuah. Hal tersebut dinilai perlu dilakukan jika Lili kembali terbukti melanggar kode etik pegawai KPK.
"Jika Lili terbukti melanggar kode etik, maka ICW mendesak agar Dewan Pengawas segera meminta yang bersangkutan untuk mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Rabu (13/4/2022).
Dia menekankan, pengunduran diri Lili sebagai komisioner mengacu pada Pasal 10 ayat (4) huruf b Perdewas Nomor 02 tahun 2020. Dia melanjutkan, apabila permintaan itu diabaikan, maka Dewas mesti menyurati presiden agar segera memberhentikan Lili dengan alasan telah melakukan perbuatan tercela seperti tertulis pada Pasal 32 ayat (1) huruf c UU nomor 19 tahun 2019.
ICW juga meminta kedeputian penindakan KPK segera menyelidiki dugaan pelanggaran dengan mengusut tindak pidananya, baik gratifikasi, suap, atau pemerasan. Hal itu mengingat ranah penindakan bukan berada di tangan Dewas. "Sehingga dibutuhkan koordinasi antara pihak Dewan Pengawas dengan kedeputian penindakan," katanya.
Lebih lanjut, ICW menyarankan Lili segera mundur sebagai pimpinan lantaran masifnya kritik masyarakat terhadap dirinya. Kurnia mengatakan, hal tersebut juga sejalan dengan mandat TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
ICW meyakini jika dugaan pelanggaran kode etik ini terbukti maka masyarakat semakin enggan untuk percaya kepada KPK. Kurnia berpendapat jika Lili tetap menjabat sebagai pimpinan maka berpotensi semakin menyulitkan para pegawai KPK yang selalu mengkampanyekan nilai integritas kepada masyarakat.
"Pertanyaan sederhananya, bagaimana masyarakat akan percaya kepada KPK jika pada level pimpinannya saja dipenuhi dengan berbagai persoalan," katanya.
Sebelumnya, Lili Pintauli Siregar kembali dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik. Mantan Wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu disebut menerima fasilitas untuk menonton MotoGP Mandalika, Lombok, NTB, beberapa waktu lalu.