Kamis 07 Apr 2022 14:46 WIB

Buang Korban Tabrakan Nagreg ke Banyumas, Priyanto Ingin Lindungi Anak Buah

Kopda Andreas Dwi Atmoko yang menyopiri mobil dan menabrak dua remaja di Nagreg.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Terdakwa kasus meninggalnya dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto (kiri) saat memberikan tanggapannya dalam sidang lanjutan yang menghadirkan saksi ahli forensik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Terdakwa kasus meninggalnya dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto (kiri) saat memberikan tanggapannya dalam sidang lanjutan yang menghadirkan saksi ahli forensik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto mengemukakan alasan memunculkan ide membuang tubuh korban ke Sungai Serayu, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dia mengaku, membuang kedua korban karena ingin melindungi anak buahnya.

"Alasan tidak membawa ke rumah sakit adalah saya punya hubungan emosional dengan sopir, yaitu anak buah saya Kopral Dua (Kopda) Andreas Dwi Atmoko. Dia sudah lama menjaga keluarga saya sehingga berniat menolong dan melindungi dia," kata Priyanto dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).

Baca Juga

Priyanto mengakui, ide untuk membuang tubuh dua korban tersebut ke Sungai Serayu, merupakan hal yang salah. Hanya saja, sebagai atasan, ia ingin melindungi anak buahnya. Kepada ketua hakim Brigjen Faridah Faisal, Priyanto mengatakan, yang menabrak dua korban atas nama Handi Saputra dan Salsabila adalah Kopda Andreas Dwi Atmoko.

Dalam perjalanan, terdakwa duduk di belakang Kopda Andreas yang menyopiri mobil dan tertidur. Adapun sopir pengganti yakni Kopral Satu (Koptu) Ahmad Sholeh duduk di samping Kopda Andreas. "Akan tetapi, kemudian saya terbangun karena ada benturan keras. Ternyata ada tabrakan. Mobil berhenti. Sopir, yakni Kopda Andreas melaporkan menabrak," ujar Priyanto.

"Semua keluar dan melihat ada laki-laki tergeletak di sebelah kanan mobil. Ada perempuan yang teriak di kolong mobil," kata Priyanto melanjutkan. Dia bersama Kopda Andreas dan Koptu Ahmad memiliki niat awal dua korban tersebut untuk dibawa ke rumah sakit setelah diangkat ke dalam mobil.

Pada saat itu, yang awalnya menyopiri untuk menuju ke rumah sakit adalah Andreas. Namun, beberapa waktu kemudian, Andreas gemetar saat menyopir dan tidak fokus. "Saya takut (jika terjadi apa-apa) sehingga saya gantikan," ujar Priyanto.

Dia mengatakan, Andreas gemetar dan merasa takut karena memikirkan nasib keluarganya jika dia ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus penabrakan. "Kopda Andreas Dwi Atmoko bertanya bagaimana nasib anak dan istri saya. Setelah mendengar pertanyaan itu, saya mengganti menyopir dan muncul ide untuk tidak membawa korban ke rumah sakit," kata Priyanto.

Atas keterangan tersebut, hakim anggota Kolonel Sus Mirtusin menanyakan tentang ada atau tidaknya perubahan niat terkait dengan ide tersebut dari Priyanto dalam kurun waktu enam jam sejak kecelakaan terjadi hingga memutuskan membuang tubuh korban. "Tidak ada perubahan atas niat terdakwa dalam enam jam itu?" kata Mirtusin.

"Sempat ingin meninggalkan di jalan. Akan tetapi, ujung-ujungnya kami ke Sungai Serayu untuk membuang," kata Priyanto menjawab. Selanjutnya, Priyanto pun mengakui, tidak memikirkan korban dan memiliki rasa empati lagi. Dia hanya memikirkan keinginan untuk melindungi anak buahnya agar selamat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement