REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) resmi menyerahkan memori kasasi atas putusan lepas dua terdakwa pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) ke Mahmakamah Agung (MA), Rabu (6/4/2022). Penyerahan memori kasasi tersebut dilakukan sebagai langkah perlawanan hukum oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) yang tak terima dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang melepaskan dua terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella dari vonis pidana karena membunuh enam anggota Laskar FPI.
“Jaksa Penuntut Umum pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, menyerahkan memori kasasi terhadap terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dalam perkara tindak pidana pembunuhan di Km 50 tol Jakarta-Cikampek, kepada Mahkamah Agung,” begitu kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu.
Menurut Ketut, permohonan kasasi atas nama terdakwa Fikri Ramadhan, tercatat dalam akta permohonan kasasi nomor 35 akta.Pid/2022/PN.JKT.Sel. Pun permohonan kasasi atas terdakwa Yusmin Ohorella, tercatat dalam akta permohonan kasasi nomor 36 akta.Pid/2022/PN.JKT.Sel.
“Memori kasasi tersebut, diajukan dan diserahkan kepada panitera pengadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Ketut menambahkan.
Ketut menerangkan, dalam memori kasasi tersebut, tim penuntut umum menyampaikan tiga alasan hukum sebagai pertimbangan untuk bahan koreksi hakim MA atas putusan PN Jaksel. Paling penting dari alasan hukum tersebut, menyangkut soal ketidakcermatan hakim dalam penerapan hukum pembuktian dalam putusannya.
“Sehingga terdapat kekeliruan dalam menyimpulkan dan mempertimbangkan fakta hukum dari alat-alat bukti, dan keterangan saksi, ahli, surat, yang telah dibuktikan oleh jaksa penuntut umum,” kata Ketut.
Atas kekeliruan tersebut, dikatakan Ketut, jaksa penuntutan menilai majelis hakim membuat kesalahan tafsir atas pembelaan terpaksa, dan pembelaan terpaksa yang melampau batas.
“Sehingga, dalam putusannya hakim dalam putusannya melepaskan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella. Padahal, dalam putusannya majelis hakim juga menyatakan dakwaan primer terdakwa terbukti,” kata Ketut.
Dalam dakwaan primer, jaksa menerapkan sangkaan Pasal 338 KUH Pidana. Alasan penting lainnya, kata Ketut, jaksa penuntut dalam memori kasasinya, juga menilai majelis hakim mengabaikan pertimbangannya sendiri.
Terutama, dikatakan Ketut, terkait dengan kesaksian dua terdakwa yang tak dapat membuktikan diri, sebagai pihak yang melakukan pembelaaan diri, dan pembelaan diri yang melampaui batas. Bahkan, mengutip pertimbangan hakim, kata Ketut, disebutkan adanya kebohongan, dan cerita karangan dalam pembelaan kedua terdakwa.
“Majelis hakim dalam mengambil pertimbangan dalam keputusan didasarkan pada rangkaian kebohongan atau cerita karangan yang dilakukan oleh terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella, yang tidak dasarkan pada pembuktian, dan alat bukti dalam persidangan,” ujar Ketut.
Atas alasan hukum tersebut, dikatakan Ketut, tim jaksa penuntut umum di Jampidum, berharap agar MA mengabulkan permohonan kasasi, dan mengoreksi putusan PN Jaksel, dan mengubah putusan PN Jaksel.