Selasa 30 Nov 2021 20:59 WIB

Tiga Eskalasi Unlawful Killing Laskar FPI Menurut Komnas HAM

Saksi dari Komnas HAM dihadirkan jaksa di sidang unlawful killing laskar FPI.

Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Suasana sidang kasus unlawfull killling atau pembunuhan Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Peristiwa pembunuhan anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI), yang dilakukan anggota Resmob Polda Metro Jaya disebut tak sesuai dengan prosedur hukum. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan kejadian yang terjadi di Rest Area Kilometer (Km) 50, Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Karawang, Jawa Barat (Jabar) pada Desember 2020 itu, sebagai unlawful killing, atau pelanggaran HAM berupa penghilangan paksa nyawa seseorang tanpa disertai dengan alasan hukum yang objektif.

Baca Juga

Kordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani menerangkan, ada enam anggota Laskar FPI yang dibunuh, pada Senin (7/12) 2020 lalu itu. Dua dibunuh, karena rentetan dari eskalasi tinggi akibat aksi kejar-mengejar antara Laskar FPI, dengan tim pengintai dari Resmob Polda Metro Jaya.

Sedangkan empat pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) lainnya, tewas dibunuh pada saat penguasaan penuh para anggota penyelidik dari Polda Metro Jaya itu.

“Yang kami (Komnas HAM) temukan, korban meninggal dunia. Korban berada dalam penguasaan resmi dari aparat negara. Dan tidak ada upaya dari aparat negara (kepolisian), untuk memenimimalisir kejadian agar tidak menimbulkan korban jiwa,” ujar Endang, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (30/11).

Endang, hadir mewakili Komnas HAM selaku ahli yang diajukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan lanjutan pelanggaran HAM, unlawful killing, terhadap anggota Laskar FPI. Dalam sidang tersebut, Endang menjelaskan kepada majelis hakim tentang hasil penyelidikan, dan investigasi resmi Komnas HAM terkait peristiwa itu. Dua terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorello, juga turut mendengarkan penjelasan dari Komnas HAM.

Endang, dalam penjelasannya mengatakan, ada tiga jenjang esklasi dari rangkaian peristiwa malam nahas tersebut. Mulai dari jenjang eskalasi rendah yang terjadi mulai dari aksi tim Resmob Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan, pengintaian dan pembuntutan terhadap HRS di Megamendung, Bogor, Jabar, sejak Ahad (6/12). Sampai pada eskalasi sedang, yang terjadi di jalanan.

Pada esklasi sedang ini, terjadi ketika para Laskar FPI, menghalang-halangi aksi pembuntutan yang dilakukan tim Resmob Polda Metro Jaya terhadap rombongan Imam Besar HRS di jalanan. 

“Eskalasi sedang, terjadi mulai dari gerbang tol Karawang Timur, sampai dengan Hotel Swiss Bellin di Karawang. Pada eskalasi ini, terjadi kejar-mengejar, dan saling serempet antara mobil Laskar FPI, dan anggota kepolisian yang melakukan pembuntutan (terhadap HRS)” ujar Endang.

Pada eskalasi sedang ini, dua anggota Laskar FPI, Faiz Ahmad Sukur (22 tahun), dan Andi Oktiawan (33) tewas ditembak mati para terdakwa. Dua anggota Laskar FPI itu, menurut Komnas HAM, sempat melakukan perlawanan terhadap para petugas.

“Sehingga kematian terhadap dua orang tersebut, kami (Komnas HAM) katakan sebagai penegakan hukum,” terang Endang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement