Jumat 01 Apr 2022 19:09 WIB

Kasus Paniai: Tersangka dari Kalangan TNI Dirahasiakan, Penyidikannya Dinilai Janggal

Kejagung menetapkan tersangka kasus pelanggaran HAM berat Paniai berinisial IS.

Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan melakukan Aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Aksi Kamisan itu menuntut pembuktian pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang akan mengambil langkah strategis untuk mempercepat penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan melakukan Aksi Kamisan di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Aksi Kamisan itu menuntut pembuktian pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang akan mengambil langkah strategis untuk mempercepat penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Flori Sidebang, Rizky Suryarandika

Kejaksaan Agung (Kejakgung) akhirnya menetapkan tersangka pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam peristiwa Paniai Berdarah di Provinsi Papua pada 2014. Penetapan tersangka tersebut, dilakukan oleh tim penyidik pelanggaran HAM berat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Jumat (1/4/2022).

Baca Juga

“Tim penyidikan pelanggaran HAM berat pada Jampidsus, menetapkan satu orang tersangka, yaitu IS terkait dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai 2014,” begitu kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana, dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Jumat.

Ketut menolak menyebutkan identitas lengkap dari tersangka IS ini. Namun, ketika ditanya apakah IS adalah anggota, atau personel militer, Tentara Nasional Indonesia (TNI) Ketut membenarkan.

“Ya. Benar (anggota TNI),” ujar dia.

Akan tetapi, Ketut menolak menjawab, dan merahasiakan strata kepangkatan, maupun status keaktifan tersangka IS saat ini di militer. Ketut hanya menerangkan, tersangka IS bertanggung jawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa Paniai Berdarah 2014 lalu.     

Mengacu rilis resmi, tim penyidik, menjerat IS dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b UU 26/200 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Penyidik juga menjerat tersangka IS, dengan sangkaan Pasal 40 juncto Pasal 9 huruf h, juncto Pasal 7 huruf b UU Pengadilan HAM. Pasal-pasal tersebut mengatur soal peran pelanggaran HAM berat berupa pembunuhan, dan kejahatan terhadap kemanusian, serta mengatur soal komandan militer dalam pengendalian pasukan. 

“Peristiwa pelangaran HAM yang berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan atau de facto berada di bawah kekuasaan pengendaliannya, serta tidak mencegah, atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pasukannya sebagai pelaku (pembunuhan, dan kejahatan terhadap kemanusiaan),” begitu kata Ketut.

Pasal-pasal yang disangkakan kepada tersangka IS tersebut, serta mengatur soal ancaman penjara selam 20 tahun, atau paling ringan 10 tahun penjara.

Peristiwa Paniai Berdarah, terjadi pada 2014. Peristiwa itu, terkait dengan aksi personel militer, dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjukrasa dan protes masyarakat Paniai, di Polsek, dan Koramil Paniai, pada 7-8 Desember 2014.

Aksi unjukrasa tersebut, berujung dengan pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Lima orang tewas dalam pembubaran paksa itu.

Pada 2020, hasil penyelidikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), memutuskan peristiwa tersebut, sebagai bentuk dari pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat negara. Kasus Paniai Berdarah ini, sempat menjadi atensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada peringatan Hari HAM 2021, dengan memerintahkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

Jaksa Agung, pun memastikan untuk membuka kembali kasus itu dengan memerintahkan Jampidsus melakukan penyidikan. Selama penyidikan berjalan, tim di Jampidsus, sudah memeriksa total sebanyak 60-an orang saksi. Para saksi tersebut, terdiri dari anggota Polri, maupun anggota TNI, serta masyarakat sipil yang terlibat, dan mengetahui peristiwa Paniai Berdarah itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement