Rabu 23 Feb 2022 19:07 WIB

Elektabilitas Demokrat Naik, Mungkinkah Ulangi Kejayaan 2009?

Pengamat menilai Demokrat harus terus konsisten berkoalisi dengan rakyat.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara virtual menyampaikan tanggapan atas ditolaknya permohonan gugatan KSP Moeldoko oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (24/11/2021). AHY menyatakan penolakan gugatan oleh PTUN itu semakin memperkuat keputusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya, yang juga menolak permohonan pihak KSP Moeldoko, tentang Judicial Review AD/ART Partai Demokrat.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) secara virtual menyampaikan tanggapan atas ditolaknya permohonan gugatan KSP Moeldoko oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Rabu (24/11/2021). AHY menyatakan penolakan gugatan oleh PTUN itu semakin memperkuat keputusan Mahkamah Agung (MA) sebelumnya, yang juga menolak permohonan pihak KSP Moeldoko, tentang Judicial Review AD/ART Partai Demokrat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai, masuknya Partai Demokrat sebagai partai tiga besar dalam Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) Kompas, merupakan sebuah peluang. Elektabilitas Partai Demokrat  dalam pemilu 2024 akan bisa lebih tinggi lagi jika konsisten dengan hadir di dalam masyarakat.

"Jadi, dari banyaknya partai yang di survei Kompas, hanya Partai Demokrat yang elektabilitasnya naik lebih besar. Kenaikan elektabilitasnya Partai Demokrat menarik diamati apakah akan mengulang kejayaannya pada Pileg 2009," katanya kepada Republika, Rabu (23/2).

Baca Juga

Berdasarkan survei, elektabilitas Partai Demokrat sebesar 10,7 persen. Demokrat berada di posisi tiga besar bersama PDIP dan Gerindra.

Jamiluddin melihat, Partai demokrat, berpeluang minimal masuk dua besar bila tetap konsisten dengan jargonnya berkoalisi dengan rakyat. Jargon tersebut tidak sekedar dikampanyekan tapi benar-benar diimplementasikan oleh semua kadernya.

Keberpihakan dengan rakyat juga harus tercermin dari perjuangan anggota DPR RI dan DPRD Partai Demokrat. Semua kebijakan dan peraturan yang tidak berpihak dengan rakyat harus ditolak.

"Selain itu, Partai Demokrat harus konsisten menjaga praktik demokrasi di Indonesia. Hal itu tidak hanya di eksternal partai tapi juga di internalnya," kata dia.

Pun halnya, jika ada setiap ancaman terhadap demokrasi. Partai Demokrat harus menjadi garda terdepan membelanya. Bahkan Partai Demokrat harus melawan siapa pun yang berupaya melemahkan demokrasi di tanah air.

Di internal, Partai Demokrat juga harus konsisten melaksanakan demokrasi. Misalnya, dalam Musda dan Muscab, sudah seharusnya calon yang memperoleh suara terbanyak yang disahkan oleh DPP menjadi ketua DPD dab ketua DPC.  "Dengan begitu, masyarakat akan menilai Partai Demokrat memang partai yang demokratis. Kalau Partai Demokrat konsisten melakukan hal itu, maka tidak sulit kiranya untuk mengerek elektabilitasnya masuk dua besar. Bahkan tidak menutup kemungkinan menyodok ke peringkat 1 sebagaimana pada pileg 2009," ujar dia.

Sebelumnya diketahui, hasil survei Litbang Kompas mencatat Partai Demokrat masuk tiga besar partai politik (parpol) dengan elektabilitas tertinggi saat ini. Partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu menyalip elektabilitas tiga parpol yang berdasarkan hasil Pemilu 2019 berada di atas mereka, yakni Golkar, NasDem dan PKB.

Berdasarkan survei Litbang Kompas pada 17 hingga 30 Januari 2022, elektabilitas Demokrat berada di angka 10,7 persen. Demokrat berada di bawah PDI Perjuangan yang memperoleh 22,8 persen, serta Gerindra 13,9 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement