REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengeklaim, pimpinan DPR telah memberikan izin agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dibahas saat masa reses. Hal tersebut sudah diputuskan dalam rapat Dadan Musyawarah (Bamus).
"Kami sudah bersurat pada Bamus yang sebelumnya, dua pekan lalu untuk proses pembahasan RUU TPKS dibahas di masa reses, diberikan izin di masa reses. Dan pimpinan mengiyakan," ujar Willy kepada wartawan, Jumat (11/2/2022).
Namun, DPR belum bisa segera melakukan pembahasan RUU TPKS. Pasalnya, pihaknya belum menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) dan surat presiden (surpres) dari pemerintah. "Begitu (DIM dan surpres dari pemerintah) masuk kita raker," ujar Willy.
DPR sendiri akan menggelar rapat paripurna penutupan masa sidang pada 17 Februari mendatang. Willy berharap dalam waktu dekat pemerintah segera mengirim surpres dan digelar rapat kerja.
"DIM sama surpres ditandatangani oleh empat menteri. Kalau bisa dikirim hari ini kan bagus, kalau tidak ya hari Senin. Kemarin koordinasi dengan gugus tugas hari ini empat menteri akan mengesahkan DIM," ujar Willy.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pihaknya mengedepankan kehati-hatian dalam membahas RUU TPKS. Ia ingin, RUU tersebut tak cacat hukum sehingga tidak dapat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Setelah surpres keluar dari pemerintah akan segera melakukan pembahasan ini dengan sebaik-baiknya, secara hati-hati. Jangan sampai RUU ini kemudian mempunyai cacat hukum, sehingga tidak bisa bermanfaat," ujar Puan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/1/2022).
Ia ingin RUU TPKS bermanfaat bagi masyarakat Indonesia setelah disahkan menjadi undang-undang. Terutama bagi korban kekerasan seksual, untuk memberikan payung hukum dan keadilan.
"Jadi harapannya adalah RUU TPKS ini nantinya dapat melindungi, memberikan rasa aman, nyaman. Bukan hanya buat perempuan dan anak, tapi seluruh warga negara Indonesia," ujar Puan.