REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran (RUU Dikdok) DPR mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo. Pengiriman surat karena tidak ada tindak lanjut yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menyelesaikan RUU tersebut.
Padahal, menurut Ketua Panja RUU Dikdok DPR Willy Aditya, Presiden sudah mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada DPR dengan nomor surat R-55/Pres/12/2021 per tanggal 2 Desember 2021 sebagai persetujuan untuk membahas RUU tersebut.
"Dalam surat yang bersifat segera tersebut, Presiden telah menugaskan Menteri Nadiem Makarim bersama sejumlah menteri lainnya untuk mewakili pemerintah membahas RUU Dikdok," kata Willy di Jakarta, Selasa (27/8/2022).
Dia menjelaskan Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai alat kelengkapan dewan yang ditunjuk untuk membahas RUU Dikdok bersama pemerintah, telah mengadakan rapat kerja dengan Mendikbudristek dan para menteri terkait pada 14 Februari 2022.
Menurut dia, dalam rapat tersebut, DPR secara resmi meminta kepada Mendikbud-Ristek untuk menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Dikdok sebagai kelengkapan dari Surpres yang telah dikirimkan dan sebagai bagian dari proses pembahasan RUU.
"Pasal 49 Ayat 2 UU nomor 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) disebutkan Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU disertai dengan DIM bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 hari terhitung sejak Surpres diterima pimpinan DPR," ujarnya.
Namun menurut Wakil Ketua Baleg DPR itu, setelah lebih dari 60 hari sejak Surpres diterima DPR dan saat Rapat Kerja tanggal 14 Februari 2022, DIM tersebut belum juga diterima. Willy menjelaskan pimpinan Baleg DPR telah beberapa kali mengadakan pertemuan informal dengan Mendikbudristek dan Menteri Kesehatan terkait penyerahan DIM.
"Mendikbudristek berjanji dan meminta waktu hingga akhir Juni 2022 untuk memberikan DIM RUU Dikdok, namun hingga September 2022 tidak ada kabar terkait DIM yang dijanjikan tersebut," ucapnya.
Dia menegaskan RUU Dikdok selaras dengan semangat dua poin Nawacita yang diusung Presiden Jokowi. Yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, serta meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Karena itu dia menilai RUU Dikdok ingin membangun paradigma kesehatan yang dapat diakses, terjangkau, dan memanusiakan manusia.
"Terakses, artinya mudah didapatkan meskipun di daerah-daerah yang paling pinggir di Indonesia. Kesehatan bukan barang langka dan mahal hingga fenomena Dokter Lie Dharmawan dengan Rumah Sakit Apungnya harus kita saksikan di tengah segala kemegahan rumah sakit di kota-kota besar," tuturnya.
Terjangkau menurut Willy, yaitu kesehatan menjadi sesuatu yang bisa diraih siapa pun tanpa memandang dia memiliki uang atau tidak. Dia mengatakan, kesehatan bukan hanya dalam soal pelayanan namun juga bagaimana kesediaan tenaga kesehatan atau tenaga medis bisa dipenuhi dengan mudah.
Dia menjelaskan makna memanusiakan manusia adalah sistem kesehatan di Indonesia harus benar-benar memperlakukan manusia dengan kondisi sakitnya bukan sebagai komoditas, dan manusia dengan hasrat ingin sehat bukan peluang bisnis.