REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu menegaskan, bahwa pihaknya mengambil posisi sebagai oposisi dari pemerintahan Presiden Joko Widodo. Oposisi disebutnya sebagai usaha partainya menjaga kepatutan demokrasi.
"Sikap oposisi PKS adalah ijtihad politik untuk menjaga kepatutan dan kepantasan negara demokrasi. PKS ingin menjadi kekuatan penyeimbang pemerintah agar roda pemerintahan berjalan di atas jalur yang tepat," ujar Syaikhu dalam pidato penutupan rapat kerja nasional (Rakernas) PKS, Rabu (2/2).
Ia menegaskan, PKS yang mengambil posisi sebagai oposisi bukan dikarenakan pilihan yang asal beda dengan partai lain. Itu merupakan keputusan Majelis Syuro PKS yang merupakan aspirasi seluruh kadernya.
"Pilihan oposisi ini bukan hanya sekadar pilihan asal beda, tetapi merupakan pilihan politik kolektif yang secara sadar kita putuskan bersama-sama," ujar Syaikhu.
Di samping itu, PKS memandang bahwa tabiat kekuasaan cenderung menyimpang dari harapan masyarakat. Karenanya, butuh pihak yang harus mengontrol dan mengawasi jalannya roda pemerintahan.
"Tanpa ada kontrol oposisi, maka masa depan demokrasi di Indonesia perlahan-lahan akan mati. Untuk memastikan arah perjalanan pemerintah berada pada jalur yang benar sesuai konstitusi, maka dibutuhkan keberadaan parlemen yang kuat," ujar Syaikhu.
Peran DPR sangatlah penting dalam menjalankan dua tugas tersebut terhadap pemerintah. PKS tak ingin parlemen hanya menjadi sekedar tukang stempel program dan kebijakan pemerintah.
"DPR RI harus jadi penyambung lidah warga bukan menjadi penyambung lidah penguasa. DPR RI adalah kepanjangan tangan rakyat Indonesia bukan kepanjangan tangan penguasa," ujar mantan wakil wali kota Bekasi itu.