Kamis 27 Jan 2022 15:27 WIB

Andi Widjajanto Soroti FIR Ketinggian 0-37 Ribu Kaki Dikelola Singapura

Menurut Andi, masih banyak PR yang harus diselesaikan Indonesia dengan Singapura.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Erik Purnama Putra
Koordinator LAB 45 Andi Widjajanto.
Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf
Koordinator LAB 45 Andi Widjajanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator LAB 45 Andi Widjajanto menilai, kesepakatan yang tercapai antara Pemerintah Indonesia dan Singapura merupakan satu terobosan diplomasi yang signifikan. Meski begitu, kata dia, ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang perlu diselesaikan oleh Indonesia, terutama menyangkut aturan teknis dari kesepakatan yang dibuat tersebut.

Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menandatangani serangkaian kesepakatan di bidang hukum, pertahanan, dan diplomasi pada Selasa (25/1). Kesepakatan itu meliputi penyesuaian flight information region (FIR), perjanjian ekstradisi, dan pernyataan bersama menteri pertahanan kedua negara tentang komitmen untuk memberlakukan kerja sama pertahanan (DCA).

Baca Juga

"Nanti PR-PR operasional untuk membuat kerangka-kerangka teknisnya yang menjadi kunci untuk ketiga kesepakatan itu," kata Andi saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (26/1/2022).

Indonesia dan Singapura sempat sepakat soal perjanjian ekstradisi dan perjanjian kerja sama pertahanan saat era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2007. Namun, kesepakatan gagal tercapai karena DPR saat itu menolak paket kerja sama pertahanan keamanan yang dianggap bisa menjadi ancaman kedaulatan Indonesia.

Menurut Andi, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan agar kesepakatan kali ini tidak kembali mandek di DPR, seperti yang sebelumnya terjadi pada 2007. Pertama, kata dia, terkait dinamika koalisi politik antara pemerintah dengan parlemen dan partai politik. "Kalau dilihat dari perkembangan satu tahun ini, mestinya koalisi politiknya kondusif untuk melakukan proses di DPR," ujar mantan sekretaris kabinet tersebut.

Pertimbangan kedua, Andi melanjutkan, tentang sensitivitas isu yang ada dalam ketiga kesepakatan tersebut. Salah satunya, dalam FIR terdapat isu antara kedaulatan dan kendali yang terutama berkaitan dengan seberapa cepat Indonesia memperbarui teknologi dan sumber daya manusia (SDM) jika ingin bersungguh-sungguh mengendalikan FIR Jakarta di sektor A dan B.

Adapun FIR terbagi tiga sektor, yakni A, B, dan C yang dikelola Singapura. Berdasarkan kesepakatan yang baru, FIR yang berada di sektor C atau di atas Kepulauan Riau dan sekitarnya pada ketinggian 0-37 ribu kaki dikelola penerbangan Singapura. Sedangkan ketinggian di atas 37 ribu kaki dikelola Indonesia.

Andi menuturkan, sektor C sudah masuk FIR di bawah Jakarta. Namun, menurut dia, harus ada pengaturan lebih lanjut, terutama terkait penerbangan pesawat sipil maupun militer yang berada pada ketinggian di bawah 37 ribu kaki. "Itu harus ada kesepakatan turunannya. Ada civic military control region yang harus disepakati lebih dalam antar kedua negara," ujarnya.

"Jadi, masih harus ada proses lebih lanjut agar turunan operasionalnya betul-betul sesuai dengan semangat bahwa kita ingin kedaulatan udaranya yang sekarang sudah didapat karena kesepakatan itu nanti disertai dengan kendali penuh ruang udara," kata Andi menegaskan.

Sementara itu, dalam hal kerja sama pertahanan, Andi menilai, Indonesia harus konsentrasi untuk menjaga wilayah strategisnya. Pasalnya, dalam kesepakatan tersebut, Singapura dapat mengajukan hak menggelar latihan militer bersama negara lain di wilayah bernama area Bravo di barat daya Kepulauan Natuna.

"Karena dulu masalah military training area itu berkaitan dengan ruang udara di atas ALKI (alur laut Kepulauan Indonesia) yang strategis. Misalnya, apakah itu mau kita atur supaya kita tidak menyerahkan wilayah-wilayah strategis itu sebagai military training area untuk Singapura," ucap Andi.

"Nah, isu-isu sensitif itu yang sudah ada sejak tahun 2007 yang betul-betul harus disiapkan, diantisipasi oleh pemerintah kalau nanti proses penuntasan regulasi turunannya mau dilakukan," kata Andi menjelaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement