REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum memiliki alat guna melacak aset pencucian uang para koruptor yang dialirkan ke non fungible token (NFT). Meski demikian, lembaga antirasuah itu mengaku terus mengawasi potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam NFT.
"Sekarang kami belum (memiliki alat penelusuran uang NFT)," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar di Jakarta, Kamis (27/1).
Dia mengakui, bahwa KPK memang membutuhkan peralatan yang lebih baik guna melacak aliran dana pencucian uang para koruptor ke dalam aset digital. Dia tidak memungkiri bahwa aset digital memang berpotensi dijadikan alat pencucian uang oleh para koruptor.
"Nah jadi ke depannya ini nanti kan program di 2022 tentu kami juga akan melakukan tindakan untuk melakukan pemantauan ke arah sana," kata Lili lagi.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat, Anggota Komisi III DPR, Gilang Dhielafararez mempertanyakan cara KPK dalam menyikapi perkembangan teknologi digital pada zaman 4.0 seperti keberadaan transaksi NFT. Menurutnya, KPK perlu menyosialisasikan ke masyarakat terkait hal tersebut.
"Kira-kira KPK mempersiapkan ini sebagai apa? Ada NFT, ada Metaverse dan hal-hal yang saya rasa ini masih di luar pikiran kita," kata Gilang.
"Kira-kira bagaimana juga sosialisasi KPK terhadap masyarakat terkait hal-hal ini. Apakah ini sudah mulai masuk dalam bagian nantinya terkait dengan pidana?" tambahnya.