Selasa 11 Jan 2022 16:43 WIB

Ferdinand Hutahaen, Si Kutu Loncat yang Kini Masuk Tahanan

Ferdinand Hutahaen tergolong cepat ditahan dibanding kasus serupa lainnya.

Mantan Politisi Partai Demokrat dan Pegiat Media Sosial Ferdinand Hutahean saat tiba untuk menajalini pemeriksaan di Bareskirim Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/1). Ferdinand diperiksa sebagai saksi terkait kasus cuitan di media sosial yang diduga bermuatan SARA.Prayogi/Republika.
Foto:

Penahanan Ferdinand yang mantan politikus Demokrat, yang sempat jadi pendukung setia SBY ini, terkait cicitan, 'Allahmu Lemah'. Perjalanan politik Ferdinand Hutahaean bisa dibilang cepat dan sering berpindah haluan. Sebelum menjadi politikus ia sempat terlibat menjadi Anggota BaraJP, organisasi yang sempat melambungkan nama Jokowi untuk menjadi presiden jelang pilpres 2014. Dalam sebuah acara dialog Mata Najwa 6 Desember 2018, Ferdinand mengaku mengenal Jokowi jauh saat Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo ketika mengenalkan mobil SMK.

"Kemudian saya tertarik dengan beliau, dan mencari siapa dan apa misinya. Akhirnya saat banyak dorongan politik dari masyarakat pada Mei 2012, kongres relawan pertama di Bandung, dan lahirlah organisasi relawan yang bernama BaraJP. Saya ada di BaraJP sebagai Wakil Direktur Komnas Pojok, yang tugasnya membangun posko-posko Jokowi seluruh Indonesia," terang Ferdinand.

Kemudian Ferdinand menjelaskan kenapa akhirnya ia berpindah ke lain hati dari Jokowi. Ferdinand mengatakan dahulu ia pikir Jokowi adalah sosok yang paham betul ajaran Bung Karno, karena setiap berdiskusi Jokowi selalu mengedepankan Trisakti Bung Karno. "Tenyata setelah pemerintahan Jokowi (Periode I) menang dab mulai berjalan, saya mulai ragu tentang pemahaman Jokowi terhadap ajaran Bung Karno ketika beliau menyusun kabinetnya," kata dia.

Ferdinand menyadari ternyata tidak ada kedaulatan murni dari Jokowi terutama saat ia memilih para menterinya di kabinet pemeritahan yang pertama. "Itu yang membuat saya semakin ragu dan terus berjalan semakin jauh dari citarasa Trisakti seperti yang disampaikan, dan akhirnya saya melihat ini semakin melenceng, saya semakin kritis dengan Jokowi, dan akhirnya terbukti yang saya khawatirkan terjadi," ujar Ferdinand di acara talkshow pada 2018 lalu.

Setelah tidak bergabung dalam BaraJP, Ferdinand pernah menjadi Direktur Energi Watch, sebuah LSM yang mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah soal energi. Ferdinand sempat juga mengkritisi SBY, sebelum akhirnya dirangkul SBY pada Mei 2017, dan masuk di tengah periode sebagai kepengurusan Partai Demokrat di bidang advokasi masa jabatan 2015-2020. Ferdinand pun terlibat dalam tim pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno pada 2019.

Di pilpres 2019, Ferdinand ditunjuk sebagai salah satu Juru Bicara di Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Di masa-masa inilah Ferdinand diakui cukup dekat dengan kelompok Islam konservatif. Pergantian ketua umum di Partai Demokrat berjalan dari SBY ke putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Saat itu AHY dianggap memenuhi persyaratan menjadi ketua umum, dannia pun terpilih dalam Kongres V Partai Demokrat 2020 di JCC Senayan, Jakarta, Ahad 14 Maret 2020.

Selama kepengurusan AHY, Ferdinand dipercaya sebagai Kepala Biro Energi dan Sumber Daya Mineral Departemen VII. Namun setelah kekalahan Prabowo-Sandi di pilpres 2019, sedikit-demi sedikit haluan politik Ferdinand mulai berubah. Ia lebih banyak mengkritik pendukung Prabowo, yang saat itu sempat melontarkan kritik pedas kepada SBY dan keluarganya. Namun sikap setia Ferdinand kepada SBY dan keluarganya pun berubah.

Di saat Demokrat menolak UU Omnibus Law, Ferdinand mengaku justru mendukung Jokowi. Dan di satu kesempatan, ia akhirnya menyatakan keluar dari Partai Demokrat. Salah satu alasan ia keluar dari Partai Demokrat adalah sikap AHY yang menurutnya tidak menjaga iklim demokrasi di partai berlambang mercy itu. Di sisi lain Ferdinand diduga kecewa dengan AHY, karena tidak dimasukkan dalam kepengurusan strategis di Partai Demokrat.

Sementara itu, pengamat politik Yunarto Wijaya dalam diskusi Mata Najwa 6 Desember 2018, bertajuk ''Barisan Para Mantan: Duku Benci Kini Cinta", sedikit menyimpulkan karakter Ferdinand Hutahaean, di mana ia pernah menjadi Anggota BaraJP, Barisan Pendukung Jokowi Presiden sebelum akhirnya dirangkul oleh Ketua Umum Partai Demokrat SBY. "Jangan membangun politik kultus, ketika membangun politik kultus yang terbangun adalah relasi pelayan dan juragan," sindir Yunarto terkait relasi Ferdinand dengan SBY.

"Contohnya Bung Ferdinand, mungkin ingat di bulan Mei 2015, sebagai Direktur Energi Watch, pernah mengatakan membela Sudirman Said dalam pembubaran Petral, ketika ada reaksi dari SBY. Bung Ferdinand mengatakan SBY jangan lebay," tambah Yunarto. Dan hal itu dibenarkan oleh Ferdinand. Namun Yunarto menegaskan, ia tidak lagi mendengar kritik itu ketika Ferdinand Hutahaean yang kini sudah masuk Partai Demokrat yang dibesarkan oleh SBY.

"Justru yang saya tangkap (Ferdinand) seperti membangun pola hubungan pelayan dengan tuan tadi dengan SBY," jelasnya.

Yunarto bahkan mengingatkan Ferdinand dan meminta publik mengamati politikus yang 'kutu loncat', politikus yang berpindah-pindah itu bisa dilihat dari dua perspektif. "Satu dia adalah orang yang betul-betul memegang prinsip sehingga bisa berubah, tapi dia juga bisa menjadi politikus yang oportunis karena kepentingannya sendiri sehingga bisa berpindah-pindah kapan saja, contohnya bung Ferdinand Hutahaean...," terang Yunarto.

photo
Mantan Politisi Partai Demokrat dan Pegiat Media Sosial Ferdinand Hutahean saat tiba untuk menajalini pemeriksaan di Bareskirim Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/1). Ferdinand diperiksa sebagai saksi terkait kasus cuitan di media sosial yang diduga bermuatan SARA.Prayogi/Republika. - (Prayogi/Republika.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement