Senin 10 Jan 2022 06:15 WIB

DPD: Kita Harus Berpikir Seperti Negarawan, Bukan Politisi

Faktanya, dalam beberapa tahun terakhir, bangsa ini disuguhi kegaduhan nasional. 

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Foto: DP DRI
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, nilai-nilai Pancasila harus kembali menjadi falsafah dan pedoman Indonesia. Karenanya, semua pemangku kebijakan seharusnya berpikiran seperti negarawan untuk merawat bangsa.

"Kita harus berpikir dan bertindak seperti negarawan, bukan politisi," ujar LaNyalla lewat keterangan tertulisnya, Ahad (9/1).

Partai politik, kata LaNyalla, tidak boleh menjadi satu-satunya instrumen yang menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa. Pasalnya, politikus pasti juga memikirkan elektoralnya.

Menurutnya, politisi bisa saja mengorbankan orang lain untuk meraih kepentingannya. Namun, negarawan seringkali mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang lain dan bangsa.

"Politisi bekerja dengan pamrih, negarawan bekerja tanpa pamrih. Politisi ingin memetik hasil secepat-cepatnya, negarawan acapkali tidak melihat hasil pengabdiannya sampai akhir hayatnya, karena ia berbakti untuk masa depan bangsanya," ujar LaNyalla.

Faktanya, dia melihat, dalam beberapa tahun terakhir, bangsa ini disuguhi kegaduhan nasional. Tidak hanya saling caci maki di media sosial, tapi juga saling melaporkan ke ranah hukum, tetapi antarkelompok.

Pada masa lalu, politik aliran hanya bersaing dalam perolehan kursi partai politik. Pembelahan itu tidak dibarengi dengan polarisasi tajam sampai ke akar rumput dan terjadi bertahun-tahun.

"Karena saat itu mereka berada dalam satu wadah besar Indonesia dengan Pancasila sebagai falsafah yang mereka sepakati sebagai way of life bangsa ini," ujar LaNyalla.

Menurutnya, salah satu pangkal persoalannya adalah adanya hasil amandemen Konstitusi pada 2002, yang mengubah lebih dari 90 persen isi pasal-pasal di UUD 1945. Sistem tata negara yang dirumuskan para pendiri bangsa justru menjadi demokrasi liberal.

"Sejak Amandemen 2002, Indonesia telah meninggalkan sistem ekonomi Pancasila yang menitikberatkan kepada pemisahan yang jelas antara wilayah koperasi, BUMN dan swasta, menjadi sistem ekonomi kapitalistik," ujar LaNyalla.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement