REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia diperkirakan akan mendapatkan era bonus demografi pada 10 sampai 20 tahun mendatang. Di mana jumlah penduduk produktif yang berusia 15 sampai 64 tahun akan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk usia tidak produktif di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun.
Namun Kepala BKKBN, Dr (HC) dr Hasto Wardoyo SpOG (K) mengingatkan bonus demografi tidak akan dapat dinikmati jika penduduk usia produktif yang diharapkan mendongkrak kemakmuran justru dalam kondisi sakit-sakitan, kurang cerdas, sehingga tidak mampu bersaing dengan generasi usia produktif bangsa lain.
Menurut dokter Hasto, bila ingin menikmati bonus demografi, maka bangsa Indonesia harus mencegah lahirnya bayi stunting dari sekarang. Karena itulah pemerintah berjuang keras menciptakan Indonesia bebas stunting.
Kenapa stunting harus dicegah? Dokter Hasto menjelaskan stunting sangat memengaruhi masa depan anak dan dalam skala lebih luas memengaruhi masa depan bangsa. Stunting bukan hanya tentang pertumbuhan badan kurang maksimal, jadi kerdil, pendek.
Melainkan juga, tidak berkembangnya otak, bahkan pada usia di atas 40 tahun mulai sakit-sakitan. Dengan kondisi seperti itu, stunting menghalangi seorang anak untuk meraih cita-citanya, serta menjadi tidak produktif, sehingga akhirnya menjadi beban negara.
Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa mempunyai kepentingan mewujudkan Indonesia bebas stunting, sehingga semua harus berperan. BKKBN tidak bisa bekerja sendirian.
Dalam banyak kesempatan Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya mencegah bayi lahir stunting demi masa depan bangsa yang berkualitas. Sejak sekarang perlu dipersiapkan generasi muda yang siap berdaya saing, unggul, yang akan menjadi suksesor untuk mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045.
“Makanya kalau stunting ini kita turunkan, lumayan. Pak Presiden mengajak keluarga muda ini ayo cegah stunting, melahirkan generasi emas untuk Indonesia pada 2045,” katanya.
Penurunan prevalensi stunting
Penurunan prevalensi stunting pada balita menjadi agenda utama pemerintah. BKKBN memikul tanggung jawab mencegah bayi lahir stunting. Hasto menjelaskan strategi yang digunakan oleh BKKBN. “Kami menyusun strategi berlapis untuk mencegah bayi lahir stunting. Ada faktor-faktor jauh, dan faktor-faktor dekat yang harus diatasi,” katanya
Faktor-faktor jauh yang dimaksud adalah persoalan-persoalan yang bersifat sensitif, seperti ketersediaan air bersih, kekumuhan, rumah tidak layak huni, serta persoalan kemiskinan lainnya. Untuk mengatasi persoalan ini BKKBN berkoordinasi dan konvergen dengan lintas kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Kesehatan.
“Bila air bersih tidak tersedia, keadaan rumah kumuh, maka bayi yang lahir tidak akan sehat, sakit-sakitan. Ini bisa jadi salah satu penyebab bayi stunting,” ujarnya.
Sementara, faktor dekat adalah masalah spacing atau jarak kelahiran dan jarak kehamilan. Apabila jarak ini tidak bisa dijaga, maka akan jadi keniscayaan bayi yang lahir stunting. “Soal kehamilan ini kuncinya jangan terlalu muda, jangan terlalu tua, jangan terlalu sering, dan jangan terlalu banyak,” kata mantan Bupati Kulon Progo ini.
Bayi yang terlahir stunting secara fisik akan kalah dengan bayi normal. Demikian pula secara mental dan intelektual juga rendah dan sakit-sakitan, kardiovaskular, stroke, darah tinggi serangan jantung. “Itu semua jadi langganan akrab orang stunting. Kesimpulannya, kalau kita stunting kita jadi gak produktif, malah jadi beban,” ujarnya.
Untuk mengatasi faktor dekat ini, BKKBN membuat Program Pendamping Keluarga. Tahun depan BKKBN menerjunkan 600 ribu tenaga Pendamping Keluarga yang melekat di seluruh Indonesia. Pendamping Keluarga ini terdiri dari bidan, kader Keluarga Berencana (KB), kader Pemberdayaan Kesaejahteraan Keluarga (PKK) “Pendamping Keluarga yang sudah kami training ini akan mengawal reproduksi, proses kehamilan dan kelahiran di seluruh kelurahan dan desa di Indonesia,” ujarnya.
BKKBN memastikan proses reproduksi masyarakat dapat dikawal dengan baik. Para Pendamping Keluarga ini akan mengarahkan kepada setiap penduduk selama seribu hari pertama kehidupan bayi. “Seribu hari pertama ini sangat menentukan bayi akan tumbuh stunting atau tidak. Para Pendamping Keluarga ini akan mengarahkan penduduk untuk cek status gizi, dan perkembangan bayi,” katanya.