Selasa 19 Oct 2021 02:05 WIB

Telegram Polri Tindak Tegas Anggota Lakukan Kekerasan

Penegakan hukum polisi yang melanggar kasus kekerasan diteken Irjen ferdy Sambo.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Foto: Prayogi/Republika.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) siap melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebih terhadap masyarakat.

Pernyataan itu tertuang dalam surat telegram atas nama Kapolri dengan Nomor: ST/2162/X/HUK.2.8./2021 yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, Senin (18/10).

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono membenarkan telah diterbitkannya telegram Polri tersebut. Tujuannya untuk mitigasi dan pencegahan kasus kekerasan berlebih yang dilakukan oleh anggota Polri agar tidak terulang kembali, dan adanya kepastian hukum serta rasa keadilan.

"Benar ada TR (Telegram)," kata Argo di Jakarta, Senin. Sedikitnya ada tiga kasus menonjol yang menjadi catatan Polri hingga menerbitkan surat telegram tersebut, yakni kasus Polsek Pecut Sei Tuan, Kota Medan, Provinsi Sumatra Utara (Sumut) yang diduga tidak profesional dan proporsional dalam penanganan kasus penganiayaan.

Kasus berikutnya pada 13 Oktober 2021, terjadi kasus anggota Polresta Tangerang, Provinsi Banten membanting mahasiswa yang melakukan unjuk rasa. Serta insiden ketiga pada tanggal yang sama, yaitu anggota Satlantas Polresta Deli, Provinsi Sumut melakukan penganiayaan terhadap pengendara sepeda motor.

Terdapat 11 arahan atau cara bertindak yang tertuang dalam telegram Polri tersebut ditujukan kepada para Kasatwil dan Kapolda. Di antaranya, mengambil alih kasus kekerasan berlebih yang terjadi serta memastikan penanganan dilakukan secara prosedural, transparan, dan berkeadilan.

Memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota pada fungsi operasional, khususnya yang berhadapan dengan masyarakat agar pada saat melaksanakan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

Memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus mempedomani SOP tentang urutan tindakan kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Selanjutnya, memperkuat pengawasan, pengamanan dan pendampingan oleh fungsi Propam baik secara terbuka maupun tertutup pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa.

Pada poin terakhir, Kapolri menginstruksikan untuk memberikan sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan tindakan kekerasan berlebihan serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement