REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak menyoroti perencanaan pembangunan infrastruktur yang dinilai buruk. Dirinya mengaku prihatin, sebab dampak dari perencanaan yang buruk itu selain terjadi pembengkakan biaya, proyek infrastruktur menjadi rendah utilitasnya dan tidak sedikit yang terpaksa diobral untuk menutupi kerugian.
"Inefisiensi biaya proyek pada akhirnya mengorbankan APBN yang semestinya digunakan untuk hal-hal yang lebih urgen," kata Amin dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/10).
Ia menyontohkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang mengalami pembengkakan biaya (cost overrun). Awalnya, estimasi biaya proyek kereta cepat berkisar US$6,1 miliar, kemudian terjadi lonjakan sebesar US$4,9 miliar atau setara dengan Rp 69 triliun.
PT Waskita Toll Road harus menjual proyek tol Cibitung-Cilincing dan pada April 2021 lalu juga menjual 30 persen saham ruas tol Medan - Kualanamu - Tebing Tinggi. Kondisi serupa juga dialami PT Hutama Karya yang harus melepas kepemilikan pada sejumlah ruas tol. "Perencanaan yang buruk menyebabkan lonjakan biaya proyek," kata dia.
Dampak lanjutannya, terjadi keterlambatan proyek dan pembengkakan biaya pendukung lainnya akibat munculnya kebutuhan tidak terprediksi. "Kami mendesak audit investigasi secara independen dan transparan untuk mencegah kerugian keuangan negara," katanya.
Ia menyayangkan lantaran APBN harus menutupi kegagalan perencanaan pembangunan. Padahal, selama hampir dua tahun terakhir, APBN juga dipakai untuk mengatasi pandemi Covid-19 di tengah defisit yang kian parah dan melonjaknya utang luar negeri.
"Rakyat menjadi pihak yang dirugikan karena pemangkasan anggaran dan pencabutan berbagai subsidi," kata dia.