Sabtu 09 Oct 2021 00:04 WIB

'Dinyinyiri' LaporCovid-19, TNI Malah Dipuji IDI Hingga Ahli

Yang penting dalam kondisi pandemi adalah kerja sama, tidak saling menyalahkan.

Prajurit TNI Angkatan Laut membantu mendorong kursi roda warga yang telah divaksin COVID-19 di Lapangan Thor, Surabaya, Jawa Timur.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Prajurit TNI Angkatan Laut membantu mendorong kursi roda warga yang telah divaksin COVID-19 di Lapangan Thor, Surabaya, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Rr Laeny Sulistyawati, Haura Hafizhah

Pandemi Covid-19 di Tanah Air sudah terjadi 1,5 tahun terakhir. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) LaporCovid-19 mengkritisi keterlibatan militer dalam penanganan pandemi virus ini, bahkan sejak awal virus ini ada di Indonesia.

Baca Juga

Menurut Relawan LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah, pada awal pandemi, pemerintah sudah melibatkan TNI/Polri untuk memegang kendali. "Ini terlihat dari struktur gugus tugas Covid-19 pada Keputusan Presiden (Keppres) nomor 7/2020 maupun perubahannya di Keppres Nomor 9/2020," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (7/10).

Menurutnya, susunan organisasi berdasarkan Keppres no 9/2020 menyebutkan bahwa struktur gugus tugas penanganan Covid-19 terdiri dari aparar militer. Mulai dari ketua pelaksana dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wakil ketua III dari Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional, wakil ketua IV yang juga menjabat srbagai Asisten Operasi Panglima TNI, dan wakil ketua V yang diisi oleh Asisten Operasi Kepala Kepolisian Indonesia.

Alih-alih menyerahkan kewenangan pada otoritas kesehatan, menurut Firdaus, pemerintah justru memberikan kewenangan lebih pada TNI/Polri. Di antaranya, dia melanjutkan, petugas lacak kontak erat dari TNI, khususnya Babinsa yang kurang efektif.

Kemudian, dia melanjutkan, mobile rapid test polymerase chain reaction (RT PCR) dan obat Covid-19 oleh Badan Intelijen Negara (BIN). Tak hanya itu, dia menambahkan, penegakan protokol kesehatan oleh TNI/Polri yang disertai sanksi fisik.

"Terakhir adalah penyelenggaraan sentra vaksinasi oleh TNI/Polri," ujarnya.

Selama periode Juli 2020 hingga April 2021, LaporCovid-19 mencatat menerima 1.096 laporan warga mengenai ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan meskipun ada pengerahan TNI/Polri.

"Lemahnya penegakan aturan ini diperparah dengan pembiaran pejabat resmi maupun wakil rakyat yang kerap mengadakan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak namun tidak diberikan sanksi," katanya.

LaporCovid-19 juga menyoroti oknum militer yang melanggengkan kekerasan. Ini termasuk sanksi fisik pelanggar protokol kesehatan meliputi push up, penggunaan meriam air, tidur di peti mati, pemukulan, penganiayaan, hingga pembubaran massa yang berlebihan.

Selain itu, dia menambahkan, oknum militer dibiarkan melakukan tindakan represif diantaranya penekanan terhadap tenaga kesehatan rumah sakit darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet yang menyuarakan hak intensifnya selama menangani Covid-19.

"Penangkapan demonstran yang kemudian diarahkan berkumpul di suatu tempat. Sehingga, tidak menjaga jarak dalam mobil polisi, tidak mengenakan masker, hingga diminta untuk melepas baju," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement