REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko, menegaskan dirinya dan rekan-rekannya tidak akan menyerah memperjuangkan haknya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sujanarko yang menjabat sebagai Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK juga berharap Presiden Joko Widodo mengambil tanggung jawab atas hal ini.
"Iya memang seperti itu, kami dipecat. Kami juga disalurkan ke instansi lain. Ada format surat yang harus diisi untuk disalurkan ke BUMN. Terus ketahuan publik dan ada penolakan dari 57 pegawai yang tidak lulus TWK ini termasuk saya," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (17/9).
Kemudian, Sujanarko menegaskan kembali tidak akan menyerah memperjuangkan haknya. Ia akan melakukan ligitasi lewat PTUN dan PMH (Perbuatan Melawan Hukum). Sujanarko juga berharap Presiden bisa tanggung jawab atas semua yang terjadi.
"Kami tidak akan menyerah. Mudah-mudahhan Presiden mengambil tanggung jawab ini," ujarnya.
Sebelumnya diketahui, KPK resmi memecat 57 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021 nanti.
"Kepada pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak mengikuti pembinaan melalui diklat bela negara, diberhentikan dengan hormat dari pegawai KPK," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
TWK merupakan proses alih pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi polemik lantaran dinilai sebagai upaya penyingkiran pegawai berintegritas. Ombudsman juga telah menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.
Meski demikian, dalam pernyataan pers terkait pemberhentian pegawai itu, KPK tidak menyebut pertimbangan Ombudsman dan Komnas HAM. Pimpinan KPK hanya berpegang serta menyinggung putusan MA dan MK yang menyatakan pelaksanaan TWK sah.