Sabtu 11 Sep 2021 05:32 WIB

Eks Dubes RI: Taliban Masih Disibukkan Urusan Domestik

Masalah lebih berat yang dihadapi Taliban adalah memperoleh pengakuan internasional.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Eks Duta Besar (Dubes) RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Prof Makarim Wibisono.
Foto: Antara/Wahyu Putro
Eks Duta Besar (Dubes) RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Prof Makarim Wibisono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Duta Besar (Dubes) RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Prof Makarim Wibisono mengatakan, berkuasanya kembali kelompok Taliban di Afghanistan belum berdampak bagi keamanan Indonesia. "Sebab Afghanistan masih sibuk dengan urusan domestiknya," kata Makarim melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (10/9).

Sebelum pandemi Covid-19, separuh penduduk Afghanistan berada di bawah garis kemiskinan. Hal itu bertambah setelah pandemi melanda dunia termasuk Afghanistan. Menurut Makarim, masalah tersebut menjadi fokus bagi Taliban.

Selain pandemi Covid-19 dan masalah kemiskinan, sambung dia, persoalan multietnik dan afiliasi politik, merupakan pekerjaan rumah besar yang juga dihadapi kelompok Taliban. Untuk membentuk pemerintahan yang stabil, Taliban harus mampu mengintegrasikan seluruh faksi di Afghanistan.

"Taliban didukung oleh sebagian besar etnis Pashtun. Sedangkan etnis-etnis lain memiliki afiliasi politik sendiri, seperti Hazara yang mendukung faksi Syiah, Uzbek yang nasionalis, dan Tajik mendukung Islam moderat," kata Makarim di webinar bertajuk 'Dampak Berkuasanya Kembali Taliban bagi Keamanan Indonesia'.

Pengamat Politik Internasional Prof Imron Cotan menganggap, kelompok Taliban sedang disibukkan oleh situasi dalam negeri. Adapun masalah lebih berat yang dihadapi Taliban adalah memperoleh pengakuan internasional.

Tetapi, kata dia, hal itu bukan tidak mungkin diraih bila melihat fakta Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns menggelar pertemuan rahasia dengan salah satu pemimpin Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar di Kabul, beberapa waktu lalu.

"Jadi, selama mereka mendirikan pemerintahan yang all inclusive dan menghargai HAM, maka tak sulit bagi mereka untuk memperoleh pengakuan internasional," ujar Imron.

Dia juga menyoroti segelintir orang di Indonesia yang menilai kemenangan Taliban di Afghanistan, menjadi inspirasi untuk mendirikan negara Islam di Tanah Air. Angan-angan semacam itu adalah kekeliruan. Pasalnya, Indonesia dari dulu merupakan negara yang moderat dan berada di tengah.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan, kemenangan Taliban dan perginya Amerika Serikat dari Afghanistan cukup mengagetkan dunia. "Hal tersebut mengingatkan publik dunia pada kekalahan Amerika di Vietnam dekade 1970-an," ujarnya.

Bagi Indonesia, lanjut Hery, kemenangan Taliban juga menimbulkan kekhawatiran. Ideologi islam yang keras dari kelompok tersebut dikhawatirkan bisa mengilhami kelompok-kelompok serupa di Indonesia untuk melakukan gerakan yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement