REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Pemerhati isu-isu global dan strategis, Prof Imron Cotan, menyampaikan, partai politik (parpol) baru atau nonparlemen dihadapkan pada pertarungan elektoral yang sengit melawan parpol yang sudah eksis sebelumnya. Sementara ceruk suara pemilih semakin menyempit di kisaran 15 persen.
Imron menjelaskan, untuk bisa merebut dukungan pemilih dan lolos electoral threshold, parpol baru dan nonparlemen ditantang untuk bisa menghadirkan gagasan baru dan segar. Hal itu sekaligus menawarkan solusi bagi persoalan yang dihadapi generasi milenial dan gen Z, yang jumlahnya sekitar 50 persen dari 206 juta pemilih, merujuk data BPS 2022.
"Yang perlu dicatat adalah generasi milenial dan generasi Z, terdeteksi tidak memiliki pilihan ideologi yang fixed, selain terpaku pada gadget. Jika mampu menarik dukungan generasi muda, parpol baru memiliki potensi untuk menyundul eksistensi parpol yang telah lahir lebih dahulu," ujar Imron di Webinar Moya Institute bertema 'Tantangan dan Peluang Parpol Baru pada Pemilu 2024' di Jakarta, Jumat (21/7/2023).
Sekjen DPP Partai Gelora Mahfudz Siddiq mengemukakan, ada konsekuensi yang diterima parpol baru dengan ditetapkannya secara bersamaan pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2023. Dia menyebut, perhelatan secara bersamaan membuat perhatian masyarakat secara besar lebih terkonsentrasi pada pilpres ketimbang membahas figur yang akan lolos ke parlemen.
"Parpol yang punya capres lebih diuntungkan sebab dapat mendongkrak elektabilitas partainya, berbeda dengan parpol baru. Hal ini menuntut upaya ekstra parpol baru untuk melakukan sosialisasi. Salah-satunya caranya memang ikut-ikutan meng-endorse capres tertentu," ucap Mahfudz.
Ketua Harian Partai Perindo Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi menyebut, di tengah berbagai tantangan yang ada, parpol baru masih memiliki peluang dan kesempatan besar untuk meraih kursi di DPR. "Contoh partai saya sendiri Perindo yang dalam 1,5 tahun terakhir mengalami elektabilitas naik dan itu terus meningkat hingga saat ini. Hal ini membuktikan penerimaan publik terhadap parpol baru terus ada," ujar TGB.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengungkapkan, berdasarkan kajian sejak Pemilu 2024, ada tujuh faktor yang pengaruhi suara ke parpol, yaitu mempunyai tokoh yang memayungi semua dapil, citra parpol, perputaran mesin parpol, kemampuan memahami peta persaingan antarparpol, kharisma kandidat di tingkat lokal, menyadari karakteristik pemilih, dan efek Pemilu.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menyampaikan, bagaimanapun dinamisnya konstestasi politik dan demokrasi 2024, diharapkan pemilu berlangsung secara demokratis, damai, dan dewasa sekaligus menghadirkan pemimpin yang mumpuni. "Parpol lama dan baru sama-sama memiliki tantangan dan peluang," ucap Hery.