REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan mendapat jaminan dari atasan tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum pada Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejakgung) Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, jaminan dari atasan tersebut yang membuat kejaksaan, tak perlu melakukan penahanan terhadap dua anggota kepolisian aktif--para tersangka pelanggaran hak asasi manusia (HAM)--terkait pembunuhan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) tersebut.
Ebenezer tak menjelaskan siapa yang dimaksud sebagai atasan dari tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO. Akan tetapi, Ebenezer menerangkan, jaminan dari atasan tersebut sebagai salahsatu alasan objektif mengapa kejaksaan, tak melakukan penahanan terhadap kedua tersangka itu. Walaupun, kejaksaan, saat ini, sudah menyiapkan dakwaan terhadap kedua tersangka itu, untuk disidangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).
“Terhadap para tersangka (Briptu FR, dan Ipda MYO) tidak dilakukan penahanan karena pertimbangan obyektif. Antara lain, para tersangka masih sebagai anggota Polri aktif, dan mendapat jaminan dari atasannya untuk tidak melarikan diri,” ujar Ebenezer, saat dikonfirmasi wartawan dari Jakarta, Selasa (24/8).
Ebenezer menerangkan, jaminan dari atasan tersebut, meyakinkan kejaksaan, bahwa tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO, bisa kooperatif untuk menjalani masa persidangan mendatang.
Kasus pembunuhan enam anggota Laskar FPI terjadi pada Desember 2020. Peristiwa tersebut, terjadi di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Jawa Barat (Jabar).
Menurut penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), peristiwa pembunuhan tersebut, sebagai pelanggaran HAM. Namun, dari enam korban pembunuhan tersebut, hanya empat kasus yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Baca juga : Arab Saudi Setujui Vaksin Sinovac dan Sinopharm
Atas penyelidikan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan kepada pemerintah untuk menjamin penyidikan, dan proses hukum terkait kasus pelanggaran HAM itu. Mabes Polri, pun mengambil rekomendasi Komnas HAM, dengan menetapkan tiga orang tersangka.
Para tersangka itu, yakni FR, dan MYO, serta Elwira Priyadi Zendrato. Ketiganya, anggota kepolisian aktif. Akan tetapi, dari ketiga tersangka, hanya MYO, dan FR yang berkas perkaranya dilanjutkan ke penuntutan. Tersangka Elwira, tak dapat dilakukan penuntutan karena dinyatakan tewas karena kecelakan.
Ebenezer mengatakan, pada Senin (23/8), Kejakgung resmi melimpahkan berkas dakwaan tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim). Bersama tim penuntutan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejakgung, berkas perkara saat itu juga diteruskan dengan pelimpahan ke Pengadilan Negeri (PN) Jaktim untuk disidangkan.
“Adapun dua berkas perkara dan tersangka yang dilimpahkan, masing-masing atas nama tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO,” ujar Ebenezer, Senin (23/8).
Dengan pelimpahan berkas perkara itu ke pengadilan, menandai babak baru pengungkapan pembunuhan enam pengawal Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab tersebut. “Tersangka Briptu FR, dan tersangka Ipda MYO, selaku anggota reserse mobil (Resmob) Polda Metro Jaya,” terang Ebenezer.
Dalam rencana dakwaan, dua tersangka, akan dijerat dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai tuduhan primer. Pasal tersebut, terkait dengan ancaman 15 tahun penjara bagi pelaku perampasan nyawa orang lain, atau pembunuhan.
Baca juga : Mengapa Ulama dan Umara Disandingkan dalam Alquran?
Adapun dalam rencana dakwaan subsider, jaksa penuntut umum (JPU) memakai sangkaan Pasal 351 ayat (3) juncto, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sangkaan tersebut, terkait dengan penganiayaan yang menyebabkan kematian, dengan ancaman tujuh tahun penjara. “Jaksa Penuntut Umum telah mempersiapkan surat dakwaan,” sambung Ebenezer.