REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva menyatakan pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan amendemen UUD 1945 terkait dengan penundaan pemilihan umum dari 2024 ke 2027. "Amendemen konstitusi ini sangat mungkin bisa dilakukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945. Namun, apakah bangsa ini dalam keadaan darurat," kata Hamdan Zoelva dalam kajian Islam dan konstitusi bertema "Menyoal Wacana Pemilu 2024 Diundur ke 2027", Selasa (24/8).
Kalau perubahan UUD dimaksudkan hanya untuk perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden, lanjut Hamdan Zoelva, penundaan pemilu dengan alasan pandemi bukan merupakan alasan signifikan. Hamdan yang pernah sebagai letua Mahkamah Konstitusi (MK) mengutarakan bahwa pandemi yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 hingga sekarang bukan keadaan darurat yang dapat membenarkan penundaan pemilu karena negara masih dapat melaksanakan pemilu.
"Dalam teori hukum, negara dalam keadaan darurat itu adalah negara dalam keadaan tidak bisa apa-apa untuk melaksanakan kegiatan kenegaraan," kata Hamdan yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfiziah Syarikat Islam ini.
Ia menegaskan alasan-alasan keadaan darurat pandemi tidak bisa menerobos atau mengambil jalan pintas melakukan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan negara mengenai perubahan konstitusi. Apalagi terkait dengan penundaan pemilu. "Itu akan mengacaukan penyelenggaraan negara, bahkan merugikan bangsa dan negara kita," kata Hamdan.
Ia berpendapat MPR bisa melakukan perubahan UUD terkait dengan penundaan pemilu asalkan negara dalam keadaan perang yang tidak memungkinkan melaksanakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI. "Jadi, dalam keadaan darurat demi menyelamatkan bangsa dan negara, tindakan apa saja boleh," katanya.
Dengan demikian, kata Hamdan, tidak ada alasan pembenaran mengubah konstitusi gegara pandemi lantas menunda pemilu dari 2024 ke 2027. Pasalnya, jika amendemen UUD NRI Tahun 1945 untuk menunda pemilu, setidaknya ada perubahan pada Pasal 22E Ayat (1), Pasal 7, dan Pasal 8.