Jumat 20 Aug 2021 14:07 WIB

Soal Amandemen UUD, Ketua MPR: Tidak Usah Kebakaran Jenggot

Badan Pengkajian MPR RI masih sedang menyelesaikan kajian terhadap PPHN.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan sambutan pada peringatan Hari Konstitusi dan Ulang Tahun ke-76 MPR RI di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan sambutan pada peringatan Hari Konstitusi dan Ulang Tahun ke-76 MPR RI di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, mengatakan, proses amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih sangat panjang. Sebab saat ini Badan Pengkajian MPR RI masih sedang menyelesaikan kajian terhadap Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Lagipula, menurutnya, disetujui tidaknya amandemen terbatas UUD NRI 1945 untuk menghadirkan PPHN sangat tergantung dinamika politik yang berkembang serta keputusan partai politik dan kelompok DPD.

"Perjalanan masih panjang. Jadi, tidak usah marah-marah apalagi sampai kebakaran jenggot. Karena MPR saat ini hanya melaksanakan tugas konstitusional yang menjadi rekomendasi MPR periode sebelumnya," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/8). 

Ia berharap, hasil kajian yang dilakukan Badan Pengkajian MPR terkait PPHN bisa selesai awal tahun 2022 mendatang. Ia menjelaskan, pentingnya menghadirkan PPHN tidak muncul begitu saja. Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi rekomendasi MPR RI periode 2009-2014 dan MPR RI periode  2014-2019.

"MPR RI periode saat ini hanya melaksanakan rekomendasi dari MPR RI periode sebelumnya," ujar mantan ketua DPR RI tersebut.

Setelah kajian PPHN selesai, kata dia, pimpinan MPR RI akan menjalin komunikasi politik dengan para pimpinan partai politik, kelompok DPD dan para stakeholder lainnya. Hal tersebut bertujuan untuk membangun kesepahaman bersama tentang pentingnya Indonesia memiliki PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang.

"Apabila semua pimpinan partai politik sudah sepaham serta sepakat dan menugaskan anggotanya untuk mengajukan dukungan tanda tangan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD, barulah pimpinan MPR RI akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amandemen UUD NRI Tahun 1945 sesuai pasal 37 UUD NRI 1945, yang hanya fokus pada penambahan dua pasal. Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar  PPHN," kata Bamsoet menerangkan.

Sebelumnya, sejumlah pihak mengkritisi rencana amandemen yang dilakukan MPR. Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menilai, bahwa amandemen UUD 1945 bukanlah murni agenda rakyat. Ia meyakini amandemen UUD 1945 yang tengah diwacanakan MPR saat ini merupakan agenda elite.

"Tapi mereka selalu menjual atas nama rakyat, kondisi model begini lagi sulit-sulitnya bertahan hidup dari kelaparan, bagaimana ceritanya rakyat mau amandemen? Urgensinya nggak jelas," kata Pangi kepada Republika.co.id, Kamis (19/8).

Sementara itu Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, juga  menyoroti soal wacana amandemen UUD 1945 yang tengah digulirkan MPR. Ia khawatir amandemen UUD tersebut bisa membuka kotak pandora yang tak ada satupun bisa menjamin makhluk jenis apa saja yang akan dihasilkan dari amandemen tersebut.

"Amandemen bisa jadi pintu masuk jabatan presiden diperpanjang, jabatan DPR juga diperpanjang, kepala daerah dipilih DPRD, dan seterusnya. Kalau begini ceritanya, kita seakan kembali lagi ke jaman jahiliyah," kata Adi kepada Republika.co.id, Kamis (19/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement