REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjamin pengusutan perkara rasuah tetap sah dilakukan meskipun penyelidik dan penyidik lembaga tersebut baru dikukuhkan dan disumpah. KPK menjelaskan, pegawai yang telah dilantik menjadi ASN sudah memiliki Surat Keputusan (SK) dengan pada Selasa (1/6) lalu.
"Sebagaimana kita pahami bersama, SK merupakan dokumen dasar bagi seorang pegawai untuk melaksanakan tugasnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (3/8).
Dia mengatakan, pengusutan perkara korupsi yang telah dilakukan sejak 1 Juni tetap memiliki keabsahan. Meskipun pengukuhan dan pengambilan sumpah kembali tersebut baru dilaksanakan Selasa (3/8), hal itu tidak memiliki konsekuensi hukum.
"Terlebih, para penyelidik dan penyidik KPK telah melakukan pengambilan sumpah jabatannya ketika dulu awal menjabat," katanya.
Ali mengatakan, KPK terus fokus berupaya memenuhi kewajiban-kewajiban kepegawaiannya sebagai konsekuensi peralihan pegawai KPK menjadi ASN pada masa transisi ini. Dia mengatakan, Undang-Undang (UU) memberikan batas peralihannya hingga Oktober 2021.
Sebelumnya, KPK mengukuhkan dan mengambil sumpah 78 penyelidik dan 112 penyidik di Aula Gedung Juang Merah Putih. Hal tersebut merupakan konsekuensi setelah dinyatakan lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN.
Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, menilai janggal pengambilan sumpah terhadap 78 penyelidik dan 112 penyidik yang baru dilakukan itu. Dia mempertanyakan alasan pengukuhan dan pengambilan sumpah dilakukan setelah dua bulan pengangkatan sebagai ASN.
Dia menilai, pengambilan sumpah itu justru menjadi masalah serius. Dia menjelaskan, hal ini bisa dipandang sebagai celah bahwa sejak 1 Juni 2021 sampai dengan 3 Agustus 2021 penyelidik dan penyidik KPK belum disumpah.
"Ini membuat risiko tindakan dan pekerjaan penyelidik dan penyidik KPK pada jangka waktu tersebut akan bisa dianggap tidak sah," katanya.
Sebelumnya, pegawai KPK yang diangkat menjadi ASN merupakan pegawai yang telah dinyatakan lolos dalam seleksi TWK yang diadakan KPK bersama dengan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) beberapa waktu lalu. Belakangan, Ombudsman menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK.
Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN. Hasil pemeriksaan terkait asesmen TWK berfokus pada tiga isu utama.
Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN.
Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asesmen TWK. "Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman Republik Indonesia, Mokhammad Najih.