Jumat 23 Jul 2021 18:40 WIB

Penegasan Dewas KPK Soal TWK yang Berbeda dengan Ombudsman

Dewas klaim miliki bukti TWK pegawai KPK sebelumnya sudah disosialisasikan.

Aktivis Greenpeace menembakan sunar laser yang bertuliskan #ReformasiHabisdiKorupsi saat menggelar aksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/6/2021). Aksi tersebut menyuarakan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan, juga menyampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga anti korupsi dari cengkraman oligarki.
Foto:

Menanggapi hasil keputusan Dewas, perwakilan Tim 75 atau pegawai KPK yang tersingkirkan akibat TWK, Hotman Tambunan, menilai hasil pemeriksaan Dewas sangat berbeda dengan hasil pemeriksaan Ombudsman. Hotman mengatakan, padahal keduanya disajikan data dan bukti yang sama saat Tim 75 mengadukan dugaan pelanggaran oleh pimpinan KPK.

"Perbedaan putusan ini, kami duga terjadi karena Ombudsman lebih memiliki niat dan kemauan untuk mengungkap kebenaran dan pelanggaran yang terjadi," katanya.

Tim 75 menilai Dewas sangat bersifat pasif dan tidak berusaha menggali informasi lebih dalam. Hotman melanjutkan, Dewas bahkan lebih terlihat sebagai pengacara yang membela pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pimpinan KPK.

Menurutnya, alasan tidak cukup bukti Dewas adalah alasan yang sangat mengada-ada. Dia mengatakan, Dewas memiliki wewenang penuh untuk mencari bukti dari data awalan yang kami sampaikan saat pengaduan.

Dia menegaskan, Dewas sesunggguhnya mempunyai posisi yang sangat kuat di internal KPK. Dia mengatakan, Dewas merupakan lembaga yang ditunjuk untuk mengawasi KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, termasuk dalam hal kepegawaian.

Hotman mengatakan bahwa Tim 75 akan membantu Dewas dengan memberikan data dan informasi lebih lanjut sebagai bukti baru. Sehingga, sambung dia, Dewas bisa lebih utuh melihat permasalahan yang ada apalagi dengan adanya temuan temuan dari Ombudsman RI.

"Putusan tidak melanjutkan aduan Tim 75 ke sidang etik ini adalah kali kedua setelah sebelumnya hal yang sama juga dilakukan Dewas kepada aduan terhadap Anggota Dewas Indrianto Seno Aji," katanya.

Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriksaan terkait pengayaan TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.

"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, hari ini, mengatakan di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, tata kelola birokrasi dan kepegawaian KPK bermasalah. Hal tersebut dapat dilihat dari penggemukan birokrasi di KPK yang pertama kali muncul melalui Perkom 7/2020 tentang OTK KPK, dan mekanisme perekerutan maupun pengangkatan sejumlah pejabat struktural di KPK, yang diduga kuat sengaja diletakkan pada posisi tersebut, untuk menjaga dan mendukung posisi Firli Bahuri di KPK.

Firli Bahuri juga dipandang KPK menjadi dalang di balik skenario penyingkiran pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan. Poin ini muncul dari temuan Ombudsman, khususnya saat adanya penyelundupan pasal yang mengatur TWK dalam PerKom 1/2021 dan proses harmonisasi peraturan.

"Tindakan Firli selama ini juga dinilai telah melanggar sumpah jabatannya sebagai Pimpinan KPK sebagaimana disinggung dalam Pasal 35 ayat (2) UU KPK," tegas Kurnia.

photo
Pimpinan KPK, KemenpanRB dan BKN memutuskan memecat 51 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) - (Republika.co.id.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement