Jumat 23 Jul 2021 12:16 WIB

Pegawai KPK: Temuan Dewas Bertentangan dengan Ombudsman

Dewas sangat bersifat pasif dan tidak berusaha menggali informasi lebih dalam.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah pegawai KPK tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menaiki bus yang akan membawa mereka ke lokasi pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan bersama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di gedung KPK, Jakarta. Diklat tersebut harus mereka lakukan sebagai syarat diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah pegawai KPK tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menaiki bus yang akan membawa mereka ke lokasi pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan bersama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di gedung KPK, Jakarta. Diklat tersebut harus mereka lakukan sebagai syarat diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memutuskan untuk tidak melanjutkan aduan pegawai terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan lembaga antirasuah. Dewas menilai, aduan tersebut tidak memiliki cukup bukti.

Hal tersebut diungkapkan perwakilan tim 75 KPK, Hotman Tambunan. Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif itu mengatakan bahwa pihaknya telah menerima surat jawaban dari Dewas yang ditandatangani oleh Anggota Dewas, Albertina Ho pada Kamis (22/7) lalu.

"Dalam surat jawaban tersebut, Dewan Pengawas menyatakan aduan kami tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Hotman Tambunan di Jakarta, Jumat (23/7).

Menuruntya, tidak cukup bukti adalah alasan yang sangat mengada-ada. Dia mengatakan, Dewas memiliki wewenang penuh untuk mencari bukti dari data awalan yang kami sampaikan saat pengaduan.

Dia menegaskan, Dewas sesunggguhnya mempunyai posisi yang sangat kuat di internal KPK. Dia mengatakan, Dewas merupakan lembaga yang ditunjuk untuk mengawasi KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, termasuk dalam hal kepegawaian.

Tim 75 menilai, hasil pemeriksaan Dewas sangat berbeda dengan hasil pemeriksaan Ombudsman. Hotman mengatakan, padahal keduanya disajikan data dan bukti yang sama saat tim 75 mengadukan dugaan pelanggaran oleh pimpinan KPK.

"Perbedaan putusan ini, kami duga terjadi karena Ombudsman lebih memiliki niat dan kemauan untuk mengungkap kebenaran dan pelanggaran yang terjadi," katanya.

Tim 75 menilai, Dewas sangat bersifat pasif dan tidak berusaha menggali informasi lebih dalam. Hotman melanjutkan, Dewas bahkan lebih terlihat sebagai pengacara yang membela pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pimpinan KPK.

Hotman mengatakan, bahwa tim 75 akan membantu Dewas dengan memberikan data dan informasi lebih lanjut sebagai bukti baru. Sehingga, sambung dia, Dewas bisa lebih utuh melihat permasalahan yang ada apalagi dengan adanya temuan temuan dari Ombudsman RI.

"Putusan tidak melanjutkan aduan Tim 75 ke sidang etik ini adalah kali kedua setelah sebelumnya hal yang sama juga dilakukan Dewas kepada aduan terhadap Anggota Dewas Indrianto Seno Aji," katanya.

Seperti diketahui, Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK.

"Tiga hal inilah yang oleh ombudsman ditemukan maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement