REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Dian Fath, Antara
Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkapkan pimpinan KPK telah melakukan sosialisasi pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) kepada para pegawai lembaga penegak hukum tersebut. Dewas memastikan pula tidak melanjutkan laporan pegawai KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK terkait TWK. Keputusan Dewas sangat berbeda dengan hasil rekomendasi Ombudsman yang menemukan TWK pegawai KPK justru bersifat maladministrasi.
"Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 01 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN telah dikirimkan kepada seluruh pegawai KPK melalui email pada 10 Februari 2021 dan telah dilakukan sosialisasi melalui zoom meeting pada 17 Februari 2021," kata Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat (23/7).
Konferensi pers tersebut mengumumkan tidak dilanjutkannya laporan pegawai KPK mengenai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK terkait pelaksanaan TWK ke sidang etik. Alasannya, karena ketidakcukupan bukti yang dimiliki Dewas KPK.
Menurut Dewas, pada 17 Februari 2021 dilakukan sosialisasi Perkom No 01 tahun 2021 kepada pegawai KPK melalui zoom meeting oleh Ketua KPK Firli Bahuri, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa, Kabiro SDM KPK Chandra Sulistio Reksoprodjo, serta Kabiro Hukum KPK Ahmad Burhanuddin. "Dalam sosialisasi tersebut dijelaskan mengenai mekanisme alih status pegawai KPK menjadi pegawai ASN sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Perkom No 01 tahun 2021 termasuk adanya syarat untuk mengikuti TWK oleh seluruh pegawai KPK," kata Syamsuddin.
Setelah pemaparan materi selesai, dibuka sesi tanya jawab. Pegawai KPK ada yang menanyakan konsekuensi atas TWK jika nantinya ada pegawai yang tidak lulus, dan saat itu Chandra Sulistio Reksoprodjo hanya menyampaikan keyakinannya bahwa pegawai KPK pasti akan dapat melalui TWK. Setelah itu pada 17 Februari 2021 materi sosialisasi dikirimkan kepada seluruh pegawai melalui email.
Setelah materi sosialisasi disampaikan, tidak ada lagi pertanyaan atau perdebatan mengenai TWK. Pertanyaan yang pernah ada dari pegawai bernama Faisal melalui email pada 18 Februari 2021 yang ditujukan kepada Kepala Biro SDM terkait dengan perhitungan kepangkatan pegawai KPK yang berdasarkan grading bukan masa kerja.
Namun ketika pada 2 Maret 2021, pegawai KPK diminta untuk melengkapi administrasi TWK oleh BKN melalui email maka sejumlah pegawai KPK pun menyampaikan sejumlah pertanyaan. Yaitu antara lain alasan dilakukan TWK padahal dalam UU No 19 tahun 2019 tentang KPK amanahnya adalah alih status yang bagi pegawai dimaknai secara otomatis menjadi pegawai ASN, pertanyaan soal cakupan dan konsekuensi TWK, serta potensi terjadinya kerugian yang akan dialami oleh pegawai KPK dari pelaksanaan TWK.
Wadah Pegawai KPK juga sudah mengirimkan surat pada 4 Maret 2021 yang intinya menyampaikan keberatan atas TWK kepada pimpinan. "Terhadap pertanyaan pegawai yang disampaikan tersebut, telah direspons oleh saudara Nurul Ghufron melalui email pada 6 Maret 2021," ungkap Syamsuddin.
Sekjen KPK, Cahya Harefa, juga menjelaskan TWK hanya sebatas yang ada dalam aturan perkomnya saja yaitu mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Dewas KPK akhirnya menilai bahwa saat pembahasan draf Perkom 01 tahun 2021, fokus pembahasan lebih mengenai permasalahan kepangkatan pegawai KPK dan saat itu seluruh peserta rapat yakin tidak ada pegawai KPK yang tidak lulus dalam TWK.
Keputusan Dewas untuk tidak melanjutkan laporan pegawai KPK disampaikan oleh Ketua Dewas, Tumpak Hatorangan Panggabean. "Dewas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Tumpak.
Dewas telah mendalami setidaknya 42 bukti rekaman dan dokumen dalam pemeriksaan tersebut. Dewas juga telah memeriksa terlapor, pelapor, perwakilan Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kemenpan RB dan Kemenkum HAM.
Dia menegaskan bahwa hasil pemeriksaan mereka tidak berkaitan dengan maladministrasi yang ditemukan Ombudsman. Lanjutnya, Dewas hanya bekerja untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, menegakkan kode etik dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK.
"Kami tidak mencampuri putusan tersebut dan kami tidak tahu apakah pimpinan akan menindaklanjuti kami juga tidak tahu, itu terserah dipimpinan dan kami belum pernah baca putusannya," katanya.
Laporan terhadap pimpinan KPK menyangkut pasal sisipan mengenai pelaksanaan TWK ke dalam draf peraturan komisi (perkom) terkait tata cara alih status pegawai KPK menjadi ASN. Pimpinan juga dilaporkan tidak melakukan sosialisasi konsekuensi dari TWK.
Laporan juga memuat dugaan pelanggaran hak kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, hak bebas dari perlakuan diskiriminasi dan kekerasan gender. Pimpinan juga dilaporkan lantaran dugaan penggunaan TWK untuk memberhentikan pegawai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK.
Pimpinan juga dilaporkan terkait penerbitan Surat Keputusan (SK) nomor 652 tahun 2021 tentang penyerahan tugas dan tanggungjawab pegawai TMS. SK dinilai bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 4 Mei 2021.
Sementara, hasil analisa Dewas tidak mendapati bahwa ada pasal sisipan dalam TWK yang dimasukan pada rapat tanggap 25 Januari 2021 lalu. Dewas menilai tidak ada pasal yang ditambahkan Ketua Firli Bahuri karena penyusunan perkom dirumuskan bersama dan disetujui secara kolektif kolegial.