Selasa 06 Jul 2021 19:21 WIB

Menkes: Harga Obat Covid-19 Naik Hingga 10 Kali Lipat

Seluruh produsen obat diminta menyetarakan harga jual sesuai dengan ketentuan.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melihat ponselnya saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Jakarta.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin melihat ponselnya saat akan mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan, obat generik Covid-19 yang diberi merek tertentu oleh produsen. Kondisi itu, kata dia, memicu lonjakan harga hingga sepuluh kali lipat lebih mahal di pasaran.

"Saya dapat banyak masukan dari produsen obat. Saya sampaikan ke teman-teman produsen obat, masalahnya di kita adalah banyak obat generik yang kemudian di 'branded', sehingga menjadi nama 'branded generik'," katanya saat memberikan keterangan kepada Komisi IX DPR RI yang dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa (6/7).

Menkes mencontohkan, pemanfaatan hampir 100 persen bahan baku Favipiravir yang kemudian diberi label sendiri. Sehingga, harganya tidak terkontrol sampai lima hingga sepuluh kali lipat lebih mahal dari obat generik.

Budi mengatakan obat paten Covid-19 yang beredar dengan merek seperti Avigan, Aviflex, dan lainnya memiliki kandungan bahan baku generik Favipiravir. Begitu pula dengan obat generik Oseltamivir yang kini kembali diproduksi dengan nama lain seperti Tamiflu dan lainnya.

Budi meminta, kepada seluruh produsen obat untuk menyetarakan harga jual sesuai dengan ketentuan harga yang telah ditetapkan pemerintah. Mengingat saat ini, tingkat permintaan masyarakat yang tinggi di tengah situasi pandemi.

"Saat ini situasinya sedang susah dan rakyat kita juga kurang pendapatannya dan membutuhkan akses yang banyak. Mohon pengertiannya agar obat yang masuk kategori Favipiravir, Oseltamivir atau apapun namanya agar harganya disamakan dulu," katanya.

Dia mengatakan, pemerintah sudah menghitung keuntungan dari produsen obat Covid-19 yang relatif besar. "Jadi harusnya mereka mempunyai 'room' yang cukup untuk bisa melakukan harga tersebut," katanya.

Menkes juga meminta, seluruh produsen farmasi swasta untuk membantu rakyat yang sedang kesulitan dengan cara menurunkan selisih harga. "Tidak akan rugi, karena kita sudah menghitung harga bahan bakunya," kata Budi.

Budi menambahkan, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat Covid-19 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 agar obat tetap bisa diakses masyarakat seiring meningkatnya angka positif kasus Covid-19. 

Saat ini, kata Budi, kebutuhan obat yang dianggap potensial dan sudah dipakai dalam terapi Covid-19 menjadi tinggi di pasaran. Namun, tingginya kebutuhan obat itu dimanfaatkan oleh sebagian pelaku usaha untuk menaikkan harga jual obat kepada masyarakat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement