REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban menyarankan agar masyarakat tidak mengonsumsi obat Ivermectin untuk penyakit virus Covid-19. Sebab, sampai saat ini belum ada bukti ilmiah tentang kemanjuran obat tersebut.
"Tentang Ivermectin. Berhentilah percaya pada hal-hal ajaib yang menjejali kami dengan instan. Sabar dulu. Masih belum ada bukti ilmiah tentang kemanjuran Ivermectin untuk Covid-19. Sebagai dokter, saya tidak akan menyarankan sesuatu yang dasar ilmiahnya belum diakui," katanya dalam cuitan di akun Twitter miliknya, Selasa (6/7).
Kemudian, ia melanjutkan beberapa waktu lalu kementerian kesehatan India telah mengubah pengobatan yang diresepkan untuk pasien Covid-19. Menurut pedoman baru, penggunaan Ivermectin telah dihapus sepenuhnya. Kasus Covid-19 di India tidak turun drastis karena Ivermectin. Itu karena mereka melakukan lockdown yang intens.
Sementara di Amerika Serikat, Ivermectin amat tidak dianjurkan untuk pengobatan Covid-19. Lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Eropa, juga melarang Ivermectin terkecuali untuk uji klinis.
Kemudian di Indonesia, BPOM masih melakukan uji klinis terhadap Ivermectin dan belum mengizinkan obat tersebut sebagai obat Covid-19.
Yang krusial, dokter-dokter di Indonesia tidak boleh memakai Ivermectin untuk pengobatan Covid-19 sebelum izin BPOM keluar. "Dokter saja tidak boleh, apalagi masyarakat. Ingat, Ivermectin adalah obat keras," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) obat-obatan untuk pasien Covid-19 di Indonesia. Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan baru ada dua jenis zat aktif atau bentuk persediaan obat yang resmi mendapatkan izin penggunaan dan izin edar BPOM yaitu Remdesivir dan Favipiravir. Hal itu disampaikan Penny dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan, BPOM dan Menteri Keuangan, Senin (5/7).
"Memang, obat yang sudah mendapatkan EUA sebagai obat Covid-19 baru dua, Remdesivir dan Favipiravir. Tapi, tentu saja, berbagai obat yang juga digunakan sesuai dengan protap yang sudah disetujui tentunya dari organisasi profesi ini juga kami dampingi untuk percepatan apabila membutuhkan data pemasukan atau data untuk distribusinya," kata dia.