Ahad 30 May 2021 03:34 WIB

KPH IV Balige: Lahan Konflik Natumingka Bukan Tanah Adat

KPH IV Balige telah melakukan investigasi terkait konflik lahan di wilayah Natumingka

Konflik Lahan (Ilustrasi)
Foto:

Menurut Leonardo Sitorus, pihaknya juga telah melakukan investigasi dan inventarisir terhadap kawasan Natumingka yang diklaim sebagai tanah adat oleh masyarakat. Termasuk keberadaan situs makam, bekas persawahan dan bekas perladangan. 

"Hasilnya memang kawasan tersebut adalah wilayah konsesi (HTI) perusahaan," imbuhnya.

Investigasi itu melibatkan pihak keluarga Op.Panduraham Simanjuntak, yang diuji klaimnya. Hasil investigasi juga menemukan bahwa kasus ini baru muncul sekarang.  Hasil investigasi dan inventarisir dari KPH IV Balige telah disampaikan melalui surat tanggal 16 April 2021 kepada masyarakat Natumingka, dan ditembuskan ke sejumlah instansi terkait. Termasuk ke Polres Toba. 

Namun untuk menyelesaikan perselisihan tersebut, KPH IV Balige memberikan rekomendasi. Bahwa masyarakat harus mengurus klaim hutan adat secara legal formal, bahwa ketika telah ditetapkan oleh menteri bahwa kawasan tersebut adalah hutan adat, masyarakat dapat mengelola kawasan yang dimaksud sebagai hutan adat. 

"Atau bila masyarakat mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik keturunan opung (nenek moyang, red) mereka, maka dapat dilakukan pelepasan kawasan hutan melalui Tanah Objek Reformasi Agraria sesuai persyaratan dan undang-undang yang berlaku," urainya. 

"Selagi belum penetapan dari yang berwenang, tentunya status hukum kawasan hutan tersebut adalah hutan produksi tetap yang dibebankan kepada TPL sesuai dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu atau IUPHHK HTI TPL,” terangnya lagi.

Untuk mengatasi perselisihan tersebut, KPH IV Balige juga memberikan masukan kepada perusahaan dan masyarakat. Yakni melaksanakan kegiatan kemitraan dengan pola tumpang sari atau sejenisnya. Hal ini yang sesuai dengan peraturan Menteri Kehutanan. 

Dalam hal ini pihak perusahaan (TPL) melakukan kegiatan sesuai dengan hak serta kewajibannya, melakukan kemitraan dengan masyarakat, dengan tidak mengganggu sejumlah situs yang telah diinventarisir oleh pihak KPH IV Balige.

 

"TPL harus melakukan hak dan kewajibannya dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat sesuai peraturan dan perundang-undangan," harap Leonardo Sitorus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement