REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan, usul memasukkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) ke dalam daftar teroris sudah ada sejak lama. Namun, keputusan KKB dinyatakan memenuhi syarat sebagai teroris diambil pada 22 April lalu dalam rapat dengan pihak-pihak terkait, termasuk Menteri Luar Negeri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Usul-usul tentang dijadikannya KKB atau KSB atau KKSB ini sudah lama agar dimasukkan di dalam daftar teroris," ujar Mahfud dalam rekaman suara dalam rapat virtual antara Pimpinan MPR RI dan FOR Papua yang Republika terima, Senin (3/5).
Dia mengungkapkan satu per satu mula wacana pengelompokkan KKB sebagai kelompok teroris. Pada 12 Desember 2018, ketua DPR saat itu, Bambang Soesatyo, meminta agar KKB dimasukkan ke dalam daftar teroris. Kemudian, sekitar 26 Desember 2019, Kemenko Polhukam didatangi tokoh-tokoh masyarakat yang meminta KKB dimasukkan ke dalam daftar teroris.
"Kita berdialog juga dengan tokoh-tokoh Papua, tokoh gereja, tokoh DPR, tokoh pemerintahan, tokoh adat, tokoh pemuda. Saya datang ke sana, mereka datang ke kantor saya, banyak yang mengusulkan agar ditindak lebih tegas. Ada juga di antara mereka masukkan ke daftar teroris saja agar menjadi jelas sasarannya," kata dia.
Lalu, kata Mahfud, pada 22 Maret 2021 Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI juga membahas hal tersebut. Kala itu, Kepala BNPT menyebut keberadaan KKB sudah bisa dimasukkan ke dalam kategori organisasi teroris.
Kemudian, sekitar satu bulan setelahnya Badan Intelijen Negara (BIN) memberi sebutan KKB sebagai KST, yakni Kelompok Separatis Teroris. Saat itu pula Bambang Soesatyo, yang kini menjabat sebagai Ketua MPR, meminta pemerintah mengelompokkan dan mengubah status kriminal bersenjata menjadi kelompok teroris.