Senin 19 Apr 2021 20:37 WIB

Polri Jadikan Penilaian ICW untuk Bekerja Lebih Baik

ICW memberikan nilai E untuk kinerja Polri dalam penindakan kasus korupsi tahun 2020.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono.
Foto: Antara
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menjadikan penilaian Indonesia Corruption Watch (ICW) sebagai masukan untuk bekerja lebih baik dalam menangani perkara tindak pidana korupsi. ICW memberikan nilai E terhadap kinerja Polri dalam penindakan kasus korupsi periode 2020.

"Ya tentunya masukan dari ICW perlu kita hargai, Polri menghargai itu sebagai masukan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (19/4).

Baca Juga

ICW memberikan nilai "E" terhadap kinerja penegak hukum dalam penindakan kasus korupsi periode 2020. Penegak hukum yang mendapatkan nilai "E" yakni KPK dan Kepolisian RI.

Nilai tersebut berdasarkan analisis informasi yang berasal dari kanal institusi penegak hukum dan media massa dalam periode 1 Januari - 31 Desember 2020. "Tentunya Polri dalam menangani segala kasus akan senantiasa profesional, transparan dan akuntabel," kata Rusdi.

Peneliti ICW Wana Alamsyah dalam konferensi pers virtual, Minggu (18/4) menjelaskan, nilai E artinya persentase penanganan perkara yang dilakukan penegak hukum hanyalah 0-20 persen. Pada 2020, hanya ada 444 kasus yang ditangani penegak hukum dibanding dengan target penindakan kasus yaitu 2.225 ICW menemukan dari 444 kasus korupsi yang masuk dalam tahap penyidikan pada 2020, ada 875 tersangka dengan nilai kerugian negara yang ditimbulkan adalah sebesar Rp18,6 triliun, nilai suap sebesar Rp86,5 miliar dan pungutan liar senilai Rp5,2 miliar.

Kinerja Kepolisian RI disebut oleh ICW menangani 170 kasus korupsi dengan target penanganan 1.539 kasus pada 2020 dengan anggaran Rp277 miliar. Aktor yang paling banyak disidik oleh kepolisian menurut ICW adalah orang yang memiliki jabatan pada tingkat pelaksana. Hal tersebut diperparah dengan tidak adanya upaya untuk membongkar kasus pada aktor yang paling strategis.

"Misalnya kami menduga kepolisian memiliki konflik kepentingan pada saat menangani kasus dugaan korupsi penghapusan 'red notice' di Interpol dan tidak jelasnya penanganan kasus korupsi terkait dengan penyelewengan dana Covid-19," kata Wana.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement