Kamis 25 Mar 2021 18:45 WIB

JPU Dinilai Gagal Buktikan Djoko Tjandra Suap Jaksa Pinangki

Tim penasihat hukum membacakan duplik Djoko Tjandra di Tipikor.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bayu Hermawan
Terdakwa kasus dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat Djoko Tjandra
Foto: Antara/Galih Pradipta
Terdakwa kasus dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat Djoko Tjandra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam duplik, terdakwa  Djoko Tjandra membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut uang pemberiannya merupakan bentuk suap terhadap aparat penegak hukum, jaksa Pinangki Sirna Malasari dan dua jenderal polisi, Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo. Pernyataan itu disampaikan tim penasihat hukum Djoko Tjandra yang dipimpin oleh Soesilo Aribowo saat membacakan duplik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (25/3). 

Tim penasihat hukum menilai penuntut umum telah gagal membuktikan bahwa pengusaha, Andi Irfan Jaya menerima 500 ribu dolar AS yang  selanjutnya dibagi kepada Pinangki Sirna Malasari untuk membantu pengurusan Fatwa MA. Sedangkan, Herrijadi Anggakusuma selaku pihak yang diminta oleh Djoko Soegiarto Tjandra untuk menyerahkan uang sebesar  500 ribu dolar AS telah meninggal dunia. 

Baca Juga

"Jadi, penuntut umum telah gagal membuktikan bahwa terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra telah memberikan uang kepada Saksi Pinangki Sirna Malasari," kata Soesilo saat membacakan duplik. 

Penasihat hukum menambahkan, jika diasumsikan Pinangki menerima pemberian uang dari Andi, maka duit tersebut diberikan oleh terdakwa Djoko Soegiarto sebagai pembayaran atas consultant fee atau biaya konsultan. Sehingga, jika Andi Irfan membagikan uang tersebut kepada Pinangki, maka pemberian uang tersebut juga merupakan bagian dari pembayaran atas consultant fee atau biaya konsultan. 

"Pemberian tersebut juga tidak berkaitan dengan jabatan saksi Pinangki Sirna Malasari sebagai jaksa atau pegawai negeri sipil," jelasnya. 

Begitu juga dengan dakwaan suap kepada dua jenderal Polri untuk menghapus status red notice. Dalam duplik ditegaskan bahwa keseluruhan peristiwa terkait penghapusan status DPO terjadi pada saat kliennya berada di Malaysia. 

Penasihat hukum Djoko Tjandra menilai kliennya tidak mengetahui adanya pemberian uang dari Tommy Sumardi kepada Napoleon dan Prasetijo. Sebab, Tommy Sumardi tidak pernah melaporkan kepada Djoko Tjandra terkait pemberian-pemberian uang. 

"Uang yang diberikan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra kepada saksi Tommy Sumardi itu merupakan consultant  fee, bukan untuk menyuap," jelasmya.

Usai mendengarkan duplik, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menunda persidangan dan akan menjadwalkannya kembali pada Senin (5/4). Nasib Djoko Tjandra akan dalam dua pekan ke depan. 

"Ditetapkan kembali (sidang vonis) pada Senin (5/4) pada pukul 10.00 WIB dengan acara untuk putusan," ucap hakim ketua Muhammad Damis. 

Damis menyebut, ada beberapa petimbangan hingga akhirnya memutuskan persidangan ditunda selama sepekan. Salah satunya, dia terkendala kegiatan pekerjaan di luar kota.

"Mohon waktu hari Senin (5/4) karena gini pak alasannya. Pada tanggal 30 Maret dan 31 Maret, sampai tanggal 1 April itu saya ada kegiatan dengan Mahkamah Agung dan kemungkinan akan berdinas di luar kantor. Itu penyebabnya," jelasnya.

Jaksa penunut umum (JPU) dan penasehat hukum dari Djoko Tjandra yang dimintai pendapatnya perihal jadwal sidang selanjutnya pun tak keberatan. Mereka sepakat persidangan digelar dua pekan lagi. 

Sementara Djoko Tjandra usai menjalani persidangan meyakini majelis hakim akan memutuskan bahwa dirinya merupakan korban penipuan yang dilakukan Jaksa Pinangki Sirna Malasari Cs saat ingin mengurus kepentingannya di Indonesia. Menurutnya, fakta soal penipuan itu dikuatkan selama proses persidangan, dimana jaksa Pinangki justru sebagai pihak yang menghampiri Djoko Tjandra di Malaysia untuk menawarkan jasa dalam mengurus perkara hukum di MA.

"Memang faktanya memang itu kan penipuan. Oh jelas, saya didatengin kok di malaysia. Buka saya mencari. Itu keyakinan dan fakta dipersidangan kan begitu," kata Djoko Tjandra. 

Djoko Tjandra bahkan mengaku santai dengan putusan yang akan dibacakan hakim dalam persidangan nanti. "Santai ajalah, sesuai fakta hukum aja apa yang terjadi dalam persidangan tadi," ujarnya.

Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Tjandra. Penuntut Umum menyatakan terdakwa perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.

Selain terbukti bersalah, dalam amar tuntutan, penuntut umum juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan tertanggal 4 Februari 2021. Penuntut umum menganggap Djoko Tjandra merupakan pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Hal tersebut karena Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.

"Menyatakan permohonan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra untuk menjadi justice collaborator tidak diterima," ucapnya.

Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement