Ahad 21 Mar 2021 20:32 WIB

Perbankan Syariah yang Masih Begini-Begini Saja

Industri perbankan syariah Indonesia masih menghadapi tantangan-tantangan klasik.

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Kantor Bank Syariah Indonesia: Industri perbankan syariah di Indonesia masih menghadapi masalah-masalah klasik sementara yang lain sudah semakin maju
Foto: BSI
Kantor Bank Syariah Indonesia: Industri perbankan syariah di Indonesia masih menghadapi masalah-masalah klasik sementara yang lain sudah semakin maju

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Muhammad Nazarudin Latief, Anadolu

JAKARTA -- Total aset keuangan syariah di Indonesia hingga akhir 2020 sudah mencapai Rp 1.802,86 triliun atau 9,89 persen dari total aset keuangan nasional, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam laporannya, Kamis.

Baca Juga

Perkembangan ini, menurut OJK, menggembirakan karena kinerja industri ini lebih baik jika dibandingkan keuangan konvensional di tengah hantaman pandemi Covid-19.

“Kita harapkan pada tahun-tahun berikutnya, peran industri keuangan syariah kita makin meningkat,” ujar Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, dalam peluncuran Peta Jalan Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020-2025.

Dari sisi perbankan, aset perbankan syariah sudah mencapai Rp 608,5 triliun atau naik 13,11 persen dibanding tahun lalu.

Pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan pembiayaan mengalami kenaikan 8,08 persen menjadi Rp 394,6 triliun. Sedangkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 475,5 triliun atau naik 11,80 persen.

Perbankan syariah juga mengalami kenaikan kualitas pembiayaan. Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) turun jadi sebesar 3,08 persen, sebelumnya pada 2019 masih berada pada level 3,11 persen.

Rasio kecukupan permodalan berada pada level 21,59 persen, dengan financing to deposits ratio berada pada level 82,4 persen yang menunjukkan kemampuan ekspansi pada tahun ini semakin besar.

Kendati demikian, perbankan syariah dalam laporan OJK tetap mengalami penurunan margin dengan net operating margin pada level 1,55 persen, sedangkan beban operasional terhadap pendapatan operasional mencapai 83,63 persen.

Secara umum, menurut OJK, market share perbankan syariah di tengah perbankan nasional baru mencapai 6,51 persen.

“Saya yakin, market share ini akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Dengan roadmap perbankan syariah akan semakin terarah,” ujar Heru Kristiyana.

Menurut Heru, perkembangan ekonomi syariah Indonesia berhasil menempati posisi kedua dalam Islamic Finance Development Report (IFDI) tahun ini.

Peringkat teratas ditempati oleh Malaysia, kemudian di tempat ketiga dan seterusnya adalah Bahrain, UAE dan Arab Saudi.

“Ranking Indonesia naik tiap tahun. Peringkat 10 pada 2018, kemudian peringkat 4 pada 2019, dan peringkat 2 di tahun 2020,” ujar Heru.

Pemeringkatan IFDI mengacu lima bidang yaitu pertumbuhan kuantitatif, pengetahuan, tata kelola, kesadaran dan Corporate Social Responsibility.

Banyak tantangan industri perbankan syariah

Namun, kata Heru, perbankan syariah di Indonesia masih harus berhadapan pada tantangan perubahan ekosistem yang sangat cepat, khususnya teknologi informasi dan pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya.

OJK, menurut Heru, mengidentifikasi beberapa masalah yang menghambat akselerasi pertumbuhan bisnis perbankan syariah.

Pertama, kata dia, belum adanya diferensiasi model bisnis yang signifikan. Kemudian soal kualitas dan kuantitas SDM dan rendahnya tingkat literasi dan inklusi bank syariah.

Menurut Heru, diferensiasi bisnis ini penting agar nasabah memiliki alternatif produk dengan kualitas yang lebih baik dibanding perbankan konvensional.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement