Senin 08 Mar 2021 07:13 WIB

Bagaimana Sejarah Mencatat Dualisme Kepemimpinan Partai?

Dualisme tersebut berujung pada konflik dan kerusuhan yang dikenal dengan 'Kudatuli'.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus Yulianto
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno di kantor Parameter Politik Indonesia, Jakarta Selatan.
Foto:

Pascareformasi, menurut Adi, ada beberapa partai yang juga mengalami dualisme. Sebut saja, PPP, Golkar hingga PKB.

1. PPP

Dalam buku Pergolakan Partai Islam di Tahun Politik oleh Ali Thaufan Dwi Saputra, PPP mengalami dualisme menjelang hajatan politik 2014. Dikatakan, dukungan pencapresan saat 2014 silam ternyata menimbulkan konflik internal. Sebagian menolak kebijakan Ketua Umum Suryadharma Ali yang mendukung Prabowo Subianto.

Sementara itu, Sekjen PPP, Romahurmuziy memilih mendukung Jokowi. Akibatnya, dualisme kepengurusan terjadi di badan organisasi.

Tak sampai di situ, upaya PPP kubu Romy sebagai cawapres gencar dilakukan. Kendati demikian, pencalonannya mendapat kendala dari internal PPP. Kisruh partai pun akhirnya menyisakan beberapa faksi.

Sejak dualisme terjadi, ada tiga faksi di PPP, faksi Djan Faridz, faksi PPP Khittah dan faksi Rommy itu sendiri.

2. Golkar

Partai ini memang sering dihantam konflik internal sejak reformasi bergulir. Dari konflik tersebut, muncul beberapa partai baru. Sebut saja, PKPI, Gerindra, Hanura.

Bahkan, pasca-Musyawarah Nasional 2009 lalu, ada partai lainnya yang dibentuk Surya Paloh, NasDem.

Baru pada 2014, Golkar kembali melahirkan dua kubu, Aburizal Bakrie (Ical) yang terpilih dari Munas di Nusa Dua, Bali, dan Agung Laksono.

Tak sampai di sana, mengutip buku Hukum Perselisihan Partai Politik oleh Anwar Rahma, pada 2015 ada dualisme dan konflik di badan Golkar yang semakin besar. Menanggapi hal tersebut, Bawaslu bahkan sempat mengingatkan, parpol harus menyelesaikan dualisme kepengurusan dan kepemimpinan sebelum masa pendaftaran kepala daerah saat itu.

Alhasil, menurut Adi, waktu berselang ada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), yang akhirnya malah menjadikan Setya Novanto menang, berkat islah dari senior partai Jusuf Kalla.

3. PKB

Masih pascareformasi, Gus Dur pada periode 2007-2008 sempat memecat keponakannya yang juga Ketua Umum Dewan Tafidz PKB, Muhaimin Iskandar. Keputusan itu, berdasarkan pada rapat pleno Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz PKB.

Sempat tak menerima pemecatannya, Cak Imin lalu membuat musyawarah luar biasa di Hotel Ancol. Kegiatan itu, menyaingi Musyawarah Luar biasa yang digelar kubu Gus Dur di Parung, Bogor, sehari sebelum musyawarah luar biasa yang diadakan Cak Imin.

Waktu berselang, konflik tersebut dilanjutkan ke pengadilan. Hingga akhirnya, kepengurusan Cak Imin setelah melengserkan Gus Dur yang disahkan pemerintah masa kepemimpinan SBY, alih-alih dari versi Gus Dur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement