REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Febrianto Adi Saputro, Ali Mansur, Antara
Pengamat Militer dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Muradi, menilai, pola penjualan senjata dari oknum polisi dan TNI kepada Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua, bukan hal baru. Sehingga, Polri, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) harus menyelidiki kasus ini sampai tuntas.
“Kalau melihat polanya ini kan pasti penjualannya sudah sangat lama. Baru ketahuan saja sekarang. Ini baru level bawah loh yang ketangkap, pasti di atasnya ada lagi. Dugaan saya, masih banyak yang terlibat. Ini bisnis senjata pasti mereka memikirkan supply and demand. Bagaimana mungkin warga sipil dan polisi yang berpangkat Bintara dan Perwira bisa mengakses senjata itu secara mudah? Ini tidak berdiri sendiri, harus dicari tahu siapa yang kuasa atas mereka,” katanya saat dihubungi Republika, Rabu (24/2).
Muradi pun menegaskan, kasus penjualan senjata ke KKB harus dibongkar. Senjata tersebut pasti ada yang ilegal dan legal. Ia menduga, senjata ilegal diambil dari Filipina Selatan dan legal dari perusahaan senjata di Indonesia. Ia menambahkan, bisa jadi bisnis ini berkedok lewat organisasi olahraga menembak. Sehingga banyak senjata dalam tipe apa pun.
“Ya namanya ini bisnis mereka sudah memikirkan semuanya. Jika dibongkar habis, banyak sekali ini yang terlibat. BIN pasti punya datanya. Penganggaran ini dari mana saja. Desas desusnya kepala daerah di Papua supply dana. Coba deh ini BIN harus berani bongkar semuanya,” kata dia.
Jika BIN, Polri, dan TNI mengungkap kasus ini secara tuntas, Muradi mengatakan, peta organisasi yang berkhianat akan terlihat. Selanjutnya, siapa yang mendanai dan sebagainya juga akan kelihatan.
“Ini bakal panjang penyelidikannya kalau mereka serius ya. Semua kepala daerah di Papua dibersihkan total termasuk anggota polisi dan TNI yang terlibat,” kata dia.
Selain itu, dia menganggap perlakuan polisi dan TNI yang menjual senjata kepada KKB patut dijatuhi hukuman berat. Sebab, tindakan itu adalah pengkhianatan terhadap pemerintahan Indonesia.
“Itu masuk kategori berkhianat karena senjata tersebut digunakan untuk melawan negara. Ini juga menyangkut kredibilitas aparat kami. Jika dibiarkan yang lain akan mengikuti. Saya butuh ketegasan pemerintah, Polri dan TNI. Jangan sungkan terhadap masalah ini. Harus ungkap semuanya,” kata dia.
Anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin, menilai kasus jual-beli senjata api dan amunisi kepada kelompok separatis di Papua, adalah salah satu bentuk pengkhianatan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. "Menjual senjata kepada gerombolan bersenjata yang notabene menentang pemerintah atau separatis itu termasuk pengkhianatan terhadap negara dan layak dihukum seberat-beratnya. Apalagi pelakunya adalah oknum TNI-Polri," kata Hasanuddin dalam keterangannya.
Menurut dia, TNI dan Polri memiliki struktur organisasi pengawasan yang sangat lengkap, bahkan para perwira dan komandan merupakan pengawas langsung. Dia menilai kasus penjualan senjata tersebut menjadi pembelajaran, bahwa para perwira dan komandan tidak boleh lengah mengawasi anak buahnya agar tak melakukan perbuatan tercela apalagi menjurus ke tindak pidana.
Politikus PDI Perjuangan itu juga meminta pemerintah mengeliminir perdagangan gelap senjata, salah satu caranya adalah dengan mengawasi dan menjaga ketat pintu-pintu masuk Indonesia khususnya di perbatasan. "Selain menjaga ketat perbatasan, harus ada juga pengawasan ketat senjata-senjata lama pascakonflik. Misalnya pascakonflik di Aceh atau Ambon, senjata-senjata yang diserahkan ke petugas keamanan ini juga harus diinventarisir untuk mencegah diperjualbelikan oknum petugas keamanan," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, juga mengecam keras tindakan oknum tersebut. Sahroni mengatakan tindakan oknum tidak bisa ditoleransi karena telah membahayakan keamanan dan stabilitas keamanan di Tanah Air.
"Kami di Komisi III DPR RI mengecam keras tindakan oknum polisi yang telah menjadi jembatan kelompok kriminal di Papua untuk mendapatkan senjata api. Tindakan ini jelas-jelas sangat berbahaya dan tidak bisa ditolerir," ujar Sahroni dalam keterangan tertulisnya.
Politikus Partai NasDem tersebut mengatakan dengan adanya kejadian tersebut membuktikan bahwa masih banyak pekerjaan rumah (PR) besar yang harus diselesaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Termasuk di antaranya dalam memastikan jajaran kepolisian berpegang teguh pada tugas dan amanahnya sebagai pelindung dan pelayan rakyat.
"Kapolri jelas-jelas punya PR besar untuk membersihkan jajarannya dari hal-hal seperti ini karena sangat membahayakan bangsa. Polisi perlu selalu ingat bahwa mereka mengemban tugas mulia untuk melindungi dan melayani rakyat, bukan malah membantu kelompok kriminal. Ini yang harus selalu diingat," ujarnya.