Selasa 23 Feb 2021 17:16 WIB

KPK Terima Informasi Insentif Nakes Dipotong 50-70 Persen

KPK mengimbau manajemen rumah sakit tidak memotong insentif Nakes.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Logo KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau manajemen rumah sakit atau pihak terkait tidak memotongan insentif kepada tenaga kesehatan (nakes). KPK mengatakan bahwa Insentif dan santunan kepada nakes merupakan bentuk penghargaan pemerintah kepada nakes yang menangani Covid-19.

"KPK menerima informasi terkait adanya pemotongan insentif nakes oleh pihak manajemen RS dengan besaran 50 hingga 70 persen," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangan, Selasa (23/2).

Baca Juga

Ipi mengatakan, insentif yang diterima oleh nakes secara langsung itu diketahui dilakukan pemotongan oleh manajemen. Dana tersebut lantas diberikan kepada nakes atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien Covid-19.

Ipi melanjutkan, KPK meminta Inspektorat dan Dinas Kesehatan untuk bersama-sama melakukan pengawasan dalam penyaluran dana insentif dan santunan bagi nakes. Dia mengatakan, hal itu dilakukan untuk memastikan para nakes menerima haknya tanpa ada pemotongan apapun.

Ipi menjelaskan, insentif dan santunan kematian bagi para nakes oleh pemerintah diatur dalam Kepmenkes 278/2020 tanggal 27 April 2020 yang merupakan hak bagi tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Ipi mengungkapkan, KPK telah melakukan kajian cepat terkait penanganan Covid-19 khususnya di bidang kesehatan pada Maret hingga akhir Juni 2020 lalu. Dia melanjutkan, KPK menemukan sejumlah permasalahan terkait pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan berdasarkan analisis terhadap Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MNENKES/278/2020.

Beberapa masalah yang ada antara lain, potensi inefisiensi keuangan negara yang disebabkan duplikasi anggaran untuk program pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah, yakni melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Belanja Tidak terduga (BTT).

Selanjutnya, proses pembayaran yang berjenjang menyebabkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan dan pemotongan insentif atau santunan tenaga kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Juga, proses verifikasi akhir yang terpusat di Kementerian Kesehatan dapat menyebabkan lamanya proses verifikasi dan berdampak pada lambatnya pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan

Ipi mengatakan, KPK merekomendasikan perbaikan berupa pengajuan insentif tenaga kesehatan pada salah satu sumber anggaran saja (BOK atau BTT), pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan di kabupaten/kota/provinsi yang dibiayai dari BOK cukup dilakukan oleh tim verifikator daerah serta pembayaran insentif dan santunan dilakukan secara langsung kepada nakes

"Atas rekomendasi tersebut, Kementerian Kesehatan telah menindaklanjuti dan menerbitkan regulasi baru dengan perbaikan pada proses verifikasi dan mekanisme penyaluran dana insentif dan santuan bagi nakes yang menangani Covid-19," kata Ipi lagi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement