Jumat 08 Jan 2021 11:45 WIB

Kebiri Kimia Diyakini tidak Berorientasi pada Pembalasan

Persoalan kebiri kimia ini menjadi momentum penanggulangan kejahatan. 

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Agus Yulianto
Kebiri kimia (ilustrasi)
Foto:

"Kebiri kimia belum tentu menjadi solusi apabila pelaku yang melakukan kekerasan seksual ternyata melakukan perbuatannya karena gangguan kejiwaan atau karena faktor-faktor lain di luar dorongan seksual," ujarnya.

Andriyanto menjelaskan, persoalan kebiri kimia ini menjadi momentum yang tepat untuk menyadarkan kita bahwa politik kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan harus disusun secara rasional, bukan emosional. Semua pihak, kata dia, tentunya sepakat bila kekerasan seksual terhadap anak harus ditangani secara serius. Namun semangat menghukum pelaku dengan alasan keadilan bagi korban sesungguhnya belum tentu menyelesaikan persoalan.

Terlepas dari itu, kata dia, terbitnya PP 70/2020 yang lebih menitikberatkan pada sifat preventif (pencegahan) sebelum kejahatan terjadi, mempunyai kedudukan yang sangat strategis yang harus lebih diintensifkan. Tujuannya agar anak-anak terlindungi dari kekerasan seksual. "Kita apresiasi sebuah karya politik bidang kriminal ini dan kita menunggu implementasinya," kata dia.

Menurut data SIMFONI (Sistem Informasi Online Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak), hingga 28 Desember 2020, di Jawa Timur angka kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami kenaikan cukup signifikan, yaitu 1.878 kasus. Menirutnya, 40 persen kekerasan tersebut adalah kekerasan seksual dan 61 persen sisanya kejadian kekerasan di Rumah Tangga (KDRT).

 

"Memang bisa jadi, kekerasan terhadap perempuan dan anak pada masa pandemi ini karena banyak karyawan yang di PHK, ekonomi keluarga menurun, stress meningkat yang akhirnya berpotensi terjadinya kekerasan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement