REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memenuhi seluruh isi tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) untuk memenjarakan terdakwa Brigadir Abdul Malik (AM). Dalam sidang putusan yang dibacakan untuk umum pada Selasa (1/12), anggota Satreskrim Polres Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) itu, dihukum pidana penjara selama empat tahun lantaran terbukti bersalah menghilangkan nyawa La Randi, mahasiswa Universitas Halu Oleo, yang tewas karena tembakan peluru tajam saat aksi demonstrasi penolakan RUU KUHP dan UU KPK 2019 lalu.
“Mengadili. Menyatakan terdakwa Abdul Malik, terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya, menyebabkan kematian orang lain,” begitu putusan pertama majelis pengadil yang dibacakan Ketua Hakim Agus Widodo di PN Jaksel, pada Selasa (1/12).
Sidang putusan kasus ini, hanya dihadiri majelis pengadil yang beranggotakan Hakim Sujarwanto, dan Hakim Nazar Effriandi.
Sementara JPU, dan pengacara terdakwa berada di Kendari menghadiri sidang dengan cara virtual.
Adapun terdakwa AM, mendengarkan putusan lewat nirkabel, dari rumah tahanan di Bareskrim Polri, Jakarta. Dalam putusan utama itu, majelis hakim pun menyatakan, kealpaan yang dilakukan AM, membuat orang lain terluka akibat tembakan peluru dari senjata api.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Abdul Malik, dengan pidana penjara selama empat tahun,” kata Hakim Agus Widodo melanjutkan putusan.
Pada putusan ketiga, majelis hakim pun sepakat menetapkan masa penahanan AM selama ini, di luar masa pidana yang telah dijatuhkan. “Menyatakan terdakwa, agar tetap berada dalam tahanan di rumah tahanan,” sambung Hakim Agus Widodo.
Menengok putusan majelis hakim, sebetulnya tak beda dari tuntutan JPU. Dalam tuntutannya, JPU meminta majelis pengadil menghukum AM dengan penjara selama empat tahun.
JPU mengacu penjeratan dengan Pasal 359, dan Pasal 360 ayat (2) KUH Pidana. Dua ancaman pidana itu terkait kealpaan seseorang yang menyebabkan kematian bagi orang lain, dan luka-luka bagi orang lain. Akan tetapi mengacu dua pasal tuntutan tersebut, ancamannya sebetulnya lima tahun penjara.
Majelis hakim, punya alasan memenuhi tuntutan jaksa. Pertama, terkait dengan Pasal 359 KUH Pidana. Hakim Agus Widodo menerangkan, terdakwa Brigadir AM, terbukti melakukan tindak pidana berupa pelepasan peluru tajam berkaliber 9 milimeter, dari senjata api merk HS berseri H262966.
--------------------------------------------------------------------------------
Aksi terdakwa AM, terjadi saat ditugaskan dalam pengamanan aksi demonstrasi mahasiswa menolak RUU KUHP dan UU KPK 2019 pada Kamis 26 September di Kantor DPRD Kendari 2009 lalu. Dikatakan majelis hakim, AM melepas tembakan dengan maksud membubarkan massa aksi yang rusuh.
Namun dikatakan hakim, sehari sebelum aksi pengamanan, instruksi atasan AM, mewajibkan seluruh personil kepolisian tak boleh membawa senjata api, yang berpeluru tajam. Aksi AM membubarkan massa unjuk rasa rusuh dengan melepas tembakan, mengenai La Randi yang berada pada jarak sekira 20 meter dari titik lepas peluru.
Peluru tajam dari pelatuk pistol AM, menembus paru-paru La Randi yang berakhir pada kematian mahasiwa Universitas Halu Oleo Kendari tersebut. Dikatakan hakim, AM juga melepas tembakan lain dari pistol dan jenis peluru yang sama ke arah masa yang rusuh.
Akan tetapi, peluru kedua tersebut, dikatakan hakim, mengenai gerobak pedagang martabak dan tembus ke kaki seorang ibu. Korban kedua tembakan AM itu, dikatakan hakim, membuat si ibu mengalami luka-luka di bagian betis.
Hakim juga mengungkapkan, adanya upaya AM memanipulasi jumlah tembakan dan peluru yang dilepaskan. Dikatakan hakim, terdakwa AM saat diperiksa oleh Divisi Propam Polri setelah kejadian, mengaku hanya melepas satu kali tembakan.
Pengakuan AM saat dihadirkan ke persidangan, kata hakim juga mengatakan begitu. Akan tetapi, hakim, dalam putusannya, mengacu pada bukti-bukti uji balistik dari seluruh peristiwa yang dibeberkan saat persidangan.
Hakim Agus Widodo menerangkan, dari pembuktian di persidangan, memastikan jenis peluru yang sama. Pun dari jenis senjata api serupa milik terdakwa AM yang menghantam La Randi, dan yang mengenai gerobak pedagang martabak, serta melukai betis seorang ibu. Atas upaya manipulasi tersebut, majelis hakim menjadikan keterangan AM, dan bukti-bukti persidangan, sebagai pertimbangan dalam menghukum maksimal terdakwa.
“Bahwa perbuatan terdakwa Abdul Malik telah mencoreng institusi kepolisian,” begitu sambung Hakim Agus Widodo.
Faktor pemberat lainnya, dikatakan hakim, terdakwa AM, melakukan kealpaan dengan menggunakan senjata api, yang sudah diinstruksikan dilarang oleh institusinya sendiri. “Karena kealpaannya tersebut, membuat orang lain meninggal dunia, dan mengalami luka-luka,” sambung Hakim Agus Widodo.
Atas putusan majelis hakim tersebut, terdakwa AM mengaku mengerti dan memahami. Akan tetapi, lewat saluran virtual, Brigadir AM mengatakan, akan berkonsultasi dengan tim pengacaranya, terkait hak-hak hukumnya.
“Saya masih akan berkonsultasi dengan pengacara Yang Mulia Hakim,” kata AM.
Pengacara AM, Nasruddin, pun lewat sambungan telepon, kepada Republika mengatakan, terdakwa AM masih punya waktu untuk menerima, atau melawan vonis hakim tersebut.
“Kita masih diberikan waktu 7 hari untuk menyatakan banding, atau menerima putusan hakim tadi,” terang Nasruddin, Selasa (1/12).
Sementara tim JPU Kendari, lewat sambungan telefon, pun menyatakan dalam posisi menunggu langkah hukum dari terdakwa atas putusan tersebut. “Kita tadi menyatakan masih pikir-pikir, sambil menunggu langkah apa yang akan dilakukan terdakwa,” kata JPU Harlina Rauf, Selasa (1/12).