REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nasib hukum terdakwa Brigadir Abdul Malik (AM) akan ditentukan pada Selasa (1/12). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan memutuskan vonis hukuman terhadap anggota kepolisian yang dituduh bertanggungjawab atas tewasnya La Randi, mahasiswa Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) saat demonstrasi penolakan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Pidana dan UU Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK) 2019.
Kepala Humas PN Jaksel, Hakim Suharno mengatakan rencana pembacaan putusan tersebut, mengacu jadwal persidangan. “Untuk perkara menyangkut terdakwa (Brigadir) AM itu, dijadwalkan putusannya besok (hari ini),” terang dia saat dihubungi Republika, Senin (30/11).
Menurut Suharno, agenda pembacaan putusan rencananya akan digelar virtual. “Karena, terdakwa kan dalam tahanan. Juga, karena kita (PN Jaksel), baru lockdown juga kan,” kata Suharno menambahkan.
Meski sudah dijadwalkan, kata Suharno, agenda pembacaan putusan tersebut, pun belum dapat dipastikan. Karena, sampai Senin (30/11), kata Suharno, belum ada kepastian dari anggota majelis hakim terkait kesiapan membacakan vonis putusan.
“Acuannya apa yang sudah dijadwalkan. Tetapi, kalau jadi diadakan sidang, atau kembali ditunda, itu nanti tergantung hakimnya. Yang pasti, di jadwal sidang, itu besok (putusan),” terang Suharno.
Sidang putusan terhadap Brigadir AM, semula akan dibacakan pada Selasa (24/11) kemarin. Akan tetapi, pembacaan vonis tersebut, ditunda karena alasan protokol kesehatan Covid-19. PN Jaksel, sejak Senin (23/11), sampai 27 November lalu, terpaksa melakukan kegiatan terbatas, dengan menerapkan status lockdown karena adanya satu pegawai yang meninggal dunia dengan status terpapar virus corona.
Sementara pembacaan tuntutan, sudah dilakukan pekan sebelumnya, Selasa (10/11). Kordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari Herlina Rauf kepada Republika mengatakan, terdakwa Brigadir AM layak dipidana penjara selama 4 tahun. JPU mengacu pada Pasal 359, dan Pasal 360 ayat (2) KUH Pidana dengan ancaman 5 tahun penjara, dan 9 bulan kurungan.
Dua pasal dalam tuntutan tersebut, terkait dengan kealpaan seseorang yang menyebabkan kematian. Juga aturan pidana mengenai kealpaan sesorang yang menyebabkan luka-luka pada orang lain. Dalam kasus ini, Brigadir AM terlibat melakukan pengamanan aksi demonstrasi mahasiswa penolakan RUU KUHP dan UU KPK 2019 di depan Gedung DPRD Kendari 2019.
Saat melakukan pengamanan tersebut, Brigadir AM membawa senjata api yang berpeluru tajam. Padahal instruksi dari Mabes Polri, melarang para anggota kepolisian melakukan pengamanan aksi demonstrasi dan unjuk rasa, dengan membawa senjata api berpeluru mematikan.
Saat aksi unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat setempat berlangsung rusuh, Brigadir AM melepaskan tembakan. Aksi lepas tembakan tersebut, menewaskan La Randi di tempat.
Peluru dari senjata Brigadir AM juga mengenai seorang ibu hamil yang melukai bagian kakinya. Dalam insiden tersebut, pengamanan aksi unjuk rasa juga menewaskan satu mahasiswa lainnya, yakni Yusuf Qardawi.
Yusuf meninggal dunia akibat dipukuli pengamanan. Dari hasil otopsi jenazah, diketahui Yusuf Qardawi hilang nyawa akibat pukulan benda keras di bagian kepala.
Herlina Rauf, saat dihubungi mengatakan, tim JPU Kendari optimistis majelis hakim menjatuhkan putusan bersalah, dan menghukum Brigadir AM sesuai tuntutan. “Kami sebagai jaksa penuntut tentunya meminta hakim memberikan keputusan hukum yang seadil-adilnya,” kata dia kepada Republika, Senin (30/11).
Namun, Herlina mengatakan, dalam pembacaan putusan nantinya, tim JPU, hanya dapat memantau via nirkabel. Menurut Herlina, status kegiatan terbatas yang diterapkan PN Jaksel, berdampak pada proses pengadilan yang semestinya tetap berlangsung tatap muka.
“Karena rencananya, pengadilan di Jakarta Selatan, akan melakukan agenda sidang putusan secara virtual saja. Jadinya, kita (tim penuntutan) tidak bisa terbang (datang ke PN Jaksel),” terang Herlina.