REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizah, Meiliza Laveda, Antara
Pemerintah mengantisipasi kemungkinan adanya lonjakan kasus bila sekolah kembali dibuka di semester genap tahun ajaran 2020/2021. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengimbau seluruh pemerintah daerah agar meningkatkan kapasitas kesehatan, terutama fasilitas karantina, untuk mengantisipasi lonjakan kasus dari sekolah.
"Dinas kesehatan harus terus menyiapkan tempat-tempat karantina," kata Tito, saat diskusi daring terkait Pengumuman Keputusan Bersama panduan penyelenggaraan pembelajaran pada semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2020/2021 di masa pandemi Covid-19 yang dipantau di Jakarta, Jumat (20/11).
Selain itu, katanya, fasilitas pengobatan seluruh rumah sakit di daerah juga perlu lebih ditingkatkan menjelang proses belajar mengajar tatap muka dimulai setelah sekian bulan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. "Kita mengantisipasi jangan sampai terjadi lonjakan dari belajar tatap muka ini," kata Tito.
Dalam waktu dekat, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) segera mengeluarkan surat edaran terkait upaya-upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di sekolah yang ditindaklanjuti oleh setiap kepala daerah. Surat edaran tersebut berisi apa saja yang harus dikerjakan oleh kepala daerah. Sembari menunggu surat, Tito mempersilahkan pimpinan daerah mengembangkan sesuai kondisi daerah masing-masing.
Selain itu, dalam surat edaran tersebut kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) juga dimasukkan dalam rencana kerja pemerintah daerah (RKPD), termasuk dokumen anggaran. Hal itu, kata Mendagri, bertujuan agar upaya-upaya pencegahan di satuan pendidikan betul-betul dianggarkan oleh pemerintah daerah.
"Surat edaran ini segera kami buat dan minggu depan disampaikan kepada kepala daerah," katanya.
Pada kesempatan itu, Tito juga mengharapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selektif apabila memberikan bantuan dengan mekanisme dana dekosentrasi kepada daerah yang kapasitas keuangannya rendah. Bahkan, mantan Kapolri tersebut siap memberikan data-data kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan daerah mana saja yang membutuhkan bantuan dan dukungan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mendukung kebijakan dibukanya kembali sekolah dengan memperkuat pelayanan kesehatan di berbagai puskesmas di seluruh daerah.
“Belajar dari rumah hampir satu tahun ini dikarenakan pandemi Covid-19. Banyak kajian dan evaluasi selama ini. Hal ini dinilai ada banyak kendala saat mereka belajar di rumah seperti ancaman putus sekolah, terjadi stres pada anak, penganiayaan terhadap anak dan sebagainya. Sehingga keputusan yang diambil mereka akan kembali ke sekolah dan belajar tetapi tetap menegakkan protokol kesehatan," katanya.
Kemudian, ia melanjutkan nantinya para guru dan siswa tetap menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Nantinya, Kemenkes juga akan meningkatkan pelayanan puskesmas di seluruh daerah. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan kepala daerah agar melakukan tracing kepada guru maupun siswa.
"Kami tingkatkan pelayanan puskesmas di seluruh daerah. Nanti kami juga akan bekerja sama dengan dinas kesehatan di sana," kata dia.
Ia mengimbau dengan keputusan ini para orang tua, guru maupun siswa harus disiplin dengan tinggi untuk tetap patuh kepada protokol kesehatan. Jangan sampai lengah di saat seperti ini. “Sinergitas juga penting antar daerah dan pusat harus dilakukan sosialisasi ya demi kesehatan dan keselamatan,” kata dia.
Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaiful Huda mengingatkan pembukaan sekolah di sejumlah daerah harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. “Kami mendukung pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan protokol kesehatan ketat karena saat ini penularan Covid-19 masih terus berlangsung. Bahkan menunjukkan tren peningkatan dalam minggu-minggu terakhir ini,” ujar Huda dalam keterangannya.
Dia menjelaskan pembukaan sekolah tatap muka memang menjadi kebutuhan, utamanya di daerah-daerah. Hal itu terjadi karena pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa berjalan efektif karena minimnya sarana prasarana pendukung seperti tidak adanya gawai dari siswa dan akses internet yang tidak merata. Padahal di satu sisi, para siswa harus tetap mendapatkan materi pembelajaran.
“Di beberapa daerah siswa selama pandemi Covid-19 benar-benar tidak bisa belajar karena sekolah ditutup. Kondisi ini sesuai dengan laporan terbaru World Bank (WB) terkait dunia pendidikan Indonesia akan memunculkan ancaman loss learning atau kehilangan masa pembelajaran bagi sebagian besar peserta didik di Indonesia,” tambah dia.
Ancaman kehilangan pembelajaran tidak bisa dianggap remeh. Kondisi tersebut akan memunculkan efek domino dimana peserta didik akan kehilangan kompetensi sesuai usia mereka. Hal itu juga telah disinggung dalam laporan UNICEF tentang dampak pandemi bagi anak di Indonesia beberapa waktu lalu.
Lebih parah lagi jika peserta didik kemudian harus putus sekolah karena tidak mempunyai biaya atau terpaksa harus membantu orang tua mereka. “Kami menerima laporan jumlah pekerja anak selama pandemic ini juga meningkat, karena mereka terpaksa harus membantu orang tua yang kesulitan ekonomi,” kata dia.
Pembukaan sekolah dengan pola tatap muka, kata Huda akan mengembalikan ekosistem pembelajaran bagi para peserta didik. Hampir satu tahun ini, sebagian peserta didik tidak merasakan hawa dan nuansa sekolah tatap muka.
“Kondisi ini membuat mereka seolah terlepas dari rutinitas dan kedisplinan pembelajaran. Pembukaan kembali sekolah tatap muka akan membuat mereka kembali pada rutinitas dan mindset untuk kembali belajar,” tambah dia.
Kendati demikian, Huda menegaskan jika pemerintah harus memastikan syarat-syarat pembukaan sekolah tatap muka terpenuhi. Diantaranya ketersediaan bilik disinfektan, sabun dan wastafel untuk cuci tangan, hingga pola pembelajaran yang fleksibel. Penyelenggara sekolah juga harus memastikan jika jaga jarak benar-benar diterapkan dengan mengatur letak duduk siswa dalam kelas.
“Waktu belajar juga harus fleksibel, misalnya siswa cukup datang sekolah dua hingga tiga kali seminggu dengan lama belajar 3-4 jam saja,” terang dia lagi. Pemerintah, lanjut Huda juga harus menyiapkan anggaran khusus untuk memastikan prasyarat-prasyarat protokol Kesehatan benar-benar tersedia di sekolah-sekolah.
Politikus PKB itu menegaskan jika Kemendikbud dan pemerintah daerah harus benar-benar intensif melakukan koordinasi terkait pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka ini. Koordinasi ini untuk memastikan jika pola pembelajaran tatap muka dilakukan dengan protokol Kesehatan yang ketat dan menghindari kemungkinan munculnya kluster baru penularan Covid-19 di sekolah.
“Sesuai dengan SKB 4 menteri bahwa pemerintah daerah melalui Satgas Covid-19, sekolah, dan orang tua siswa memegang peranan yang sama-sama penting dalam proses pembelajaran tatap muka. Elemen-elemen ini harus selalu berkoordinasi untuk mengambil keputusan secara cepat sesuai dinamika di lapangan termasuk segera menghentikan pembelajaran tatap muka di sekolah jika ada satu saja siswa atau guru yang reaktif Covid-19,” imbuh Huda.
Faktanya, menurut Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Yogi Prawira, 85 persen anak-anak di Indonesia yang terpapar virus Covid-19 mengalami gejala ringan atau tanpa gejala dan sekitar dua persen yang mengalami kondisi kritis. Menurutnya, kondisi mengkhawatirkan karena mereka yang terpapar tanpa gejala justru berbahaya.
Melalui Diskusi Daring bertema Hari Anak Sedunia yang disiarkan dalam kanal Youtube BNPB, dia menjelaskan cara mengenal gejala Covid-19 pada anak, terutama mereka yang tanpa gejala. Pertama, jika ada anggota keluarga di rumah yang terpapar, harus segera beritahu.
“Kalau ada yang positif kasih tahu, jangan diam saja. Karena orang yang kontak dengan kita jadi enggk sadar. Ya disitulah akan terjadi penularan yang terus bertambah. Kalau positif ya menginformasikan. Sehingga mereka yang kontakan dengan kita selama 14 hari segera diperiksa,” kata Yogi.
Kedua, selama pandemi orang tua dituntut untuk menjadi dokter di rumah untuk mengenali tanda-tanda awal Covid-19. Misal, jika anak sudah demam lebih dari tiga hari berturut-turut harus segera dibawa ke rumah sakit. Hal ini guna untuk melindungi anak.
“Karena banyak peningkatan anak sakit dirawat tidak selamat karena keterlambatan. Sakit kan tidak harus Covid-19, ada banyak penyakit lain yang harus ditangani. Lebih cepat kan lebih baik,” ujar dia.
Jika anak memang terkena Covid-19, anak perlu istirahat yang cukup karena ada hubungan paparan radiasi dengan kualitas tidur. Tidur yang berkualitas itu penting sesuai dengan kelompok usia. Selain tidur yang cukup, mereka juga perlu latihan fisik.
“Ajak mereka bergerak, jalan-jalan keliling rumah atau kerja bakti. Yang penting, ada aktivitas fisik sekitar 30 menit,” kata dia.
Selain itu, makanan yang sehat dan bergizi juga diperlukan. Usahakan mengonsumsi makanan rumah.