REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri membantah adanya pengakuan dari terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, tentang ‘petinggi’ di Markas Besar (Mabes) yang terlibat dalam penerimaan suap-gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra. Karo Penmas Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono menegaskan, isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap mantan Kadiv Hubinter Mabes Polri tersebut, tak sesuai dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Kemarin saya tanya ke penyidik, katanya enggak ada (pengakuan itu),” kata Awi saat ditemui wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (3/11).
Menurut Awi, dalam BAP Napoleon, jenderal polisi bintang dua itu tak pernah mengaku menerima pemberian uang dari Tommy Sumardi, untuk penghapusan red notice Djoko Tjandra. “Penyidik infonya, itu (pengakuan Napoleon), tidak ada dalam BAP,” kata Awi.
Karena itu, Awi menilai, pengakuan Napoleon yang dibacakan dalam dakwaan JPU, merupakan hasil dari pengungkapan versi kejaksaan. Sebab menurut dia, meskipun penyidikan terhadap Napoleon dilakukan di Bareskrim Polri, tetapi setelah pelimpahan tim penuntutan dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus), berhak melakukan pemeriksaan ulang.
Menurut Awi, bisa saja, pengakuan Napoleon yang ada dalam dakwaan JPU tersebut, hasil dari proses pemeriksaan ulang. “JPU itu bisa memeriksa kalau, misalnya, mau mendalami, atau kurang jelas. Dia (JPU) punya hak,” terang Awi.
Namun, Awi memastikan, tak ada dalam BAP saat penyidikan, yang menuliskan tentang pengakuan Napoleon terkait jatah ‘petinggi’ di Mabes Polri. “Jadi yang bersangkutan (terdakwa Irjen Napoleon), enggak mengaku dari awal. Kalau sudah itu (menyebutkan petinggi), kan berarti mengaku. Begitu lho,” terang Awi.
Yang pasti, Awi menegaskan, Napoleon, dalam BAP tak pernah mengungkapkan tentang dugaan keterlibatan petinggi-petinggi di kepolisian, seperti yang dibacakan dalam dakwaan versi JPU. “Penyidik ngomongnya begitu (tidak ada dalam BAP). Mau maksa saya? Itu kan kata penyidik (tidak ada dalam BAP),” sambung Awi.
Sidang suap-gratifikasi penghapusan red notice Djoko Tjandra, mulai digelar, Senin (2/11) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. Dalam dakwaan yang dibacakan JPU untuk umum, Senin (2/11), tim penuntutan membeberkan kronologi permintaan uang yang dilakukan Napoleon, bersama rekannya Brigjen Prasetijo Utomo untuk penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dikatakan jaksa, permintaan uang tersebut, melalui pengusaha Tommy Sumardi.
Dalam dakwaan disebutkan, pada 16 April 2020, Tommy menyerahkan bungkusan (paper bag) merah tua kepada Napoleon saat keduanya bertemu di ruang kerja Kadiv Hubinter Lantai 11 TNCC Mabes Polri. Dari pertemuan tersebut, Tommy meminta Napoleon menghapus status red notice Djoko Tjandra di interpol.
“Terdakwa Napoleon Bonaparte menyampaikan bahwa, ‘Red notice Djoko Tjandra bisa dibuka karena Lyon (Markas Besar Interpol) yang buka, bukan saya. Saya bisa buka asal ada uangnya.’ Kemudian, Tommy Sumardi menanyakan berapa (nominal uangnya) dan oleh Napoleon Bonaparte dijawab, 'Tiga lah, Ji (3 miliar),’" kata jaksa dalam dakwaan.
In Picture: Pinangki Jalani Sidang Lanjutan Kasus Suap Djoko Tjandra
Pada 27 April 2020, Djoko Tjandra meminta sekretarisnya, Nurmawan Fransisca, agar menyerahkan uang 100 ribu dolar AS (Rp 1,5 miliar) kepada Tommy. Uang tersebut, digunakan Tommy, untuk diberikan kepada Napoleon.
Namun, sebelum uang tersebut diberikan kepada Napoleon, Tommy bertemu dengan Prasetijo. Prasetijo, adalah mantan Kakorwas PPNS Bareskrim Mabes Polri yang memperkenalkan Tommy kepada Napoleon.
Sebelum Tommy menyerahkan 100 ribu dolar kepada Napoleon, Prasetijo mempertanyakan haknya. Tommy, pun membagi 100 ribu dolar tersebut, kepada Prasetijo, sebesar 50 ribu dolar.
“Banyak banget ini, Ji, buat beliau (Napoleon)? Buat Gw mana?,” kata Prasetijo seperti dalam dakwaan.
Saat bersama Prasetijo tiba di ruangan Napoleon, Tommy pun menyerahkan sisanya 50 ribu dolar. Akan tetapi, Napoleon menolak pemberian tersebut dan meminta kenaikan jatah.
“Ini apaan nih segini (50 ribu dolar)? Enggak mau saya. Naik, Ji, jadi tujuh, Ji,” kata Napoleon.
Napoleon, pun menyampaikan angka Rp 7 miliar tersebut, karena ada jatah lain yang harus ia berikan kepada para petinggi di kepolisian. “Soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau, petinggi kita ini,” begitu kata Napoleon, seperti dalam dakwaan.