REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam dakwaan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte, terungkap adanya aliran dana yang mengalir ke atasan Irjen Napoleon di Mabes Polri dari suap yang diberikan Djoko Tjandra untuk menghapus namanya di Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dalam dakwaan dijabarkan, awalnya Tommy Sumardi diminta Djoko Tjandra untuk melihat status Red Notice terhadap namanya di Indonesia. Sebelumnya, Djoko Tjandra mendapatkan informasi Interpol Red Notice atas nama dirinya sudah dibuka oleh Interpol Pusat di Lyon, Perancis.
"Agar Djoko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka Djoko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang sebesar Rp 10 miliar melalui H Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Djoko Soegiarto Tjandra masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri," kata Jaksa Penuntut Umum Wartono di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/11).
Tommy lantas meminta bantuan kepada Mantan Kabiro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, di kantornya. Tommy meminta Prasetijo untuk memeriksa status Interpol Red Notice Djoko Tjandra.
Kemudian, Prasetijo mengenalkan Tommy Sumardi kepada Napoleon selaku Kadiv Hubinter Polri saat itu.
Pada 16 April 2020, Tommy dengan membawa paper bag warna gelap (merah tua) tiba di ruangan Napoleon yang berada di Gedung TNCC Mabes Polri. Namun, di dalam dakwaan tak disebutkan secara rinci isi dari paper bag tersebut.
Saat itu, Tommy menanyakan kepada Napoleon ihwal status interpol Red Notice Djoko. Lalu, Napoleon mengaku akan memeriksanya dan meminta Tommy untuk datang kembali keesokan harinya.
Keesokan harinya, Tommy bersama Prasetijo menemui Napoleon Bonaparte di ruangan Kadiv Hubinter Polri. Dalam pertemuan tersebut Napoleon menyampaikan Red Notice Djoko bisa dibuka, karena kantor pusat Interpol di Lyon yang membuka.
Dalam pertemuan itu, Napoleon mengaku bisa membantu menghapus Red Notice di Indonesia asal dibayar Rp 3 miliar. Pada 27 April Djoko Tjandra memerintahkan sekretarisnya Nurmawan Fransisca untuk menyerahkan uang senilai 100 ribu dolar AS ke Tommy Sumardi.
Tommy pun kembali menemui Napoleon bersama Brigjen Prasetijo. Di tengah perjalanan menuju tempat Napoleon, Prasetijo pun sempat melihat isi tas Tommy yang berisi 100 ribu dolar AS
Prasetijo pun menanyakan jatah duit untuk dirinya ke Tommy. Akhirnya, uang itu 'dibelah dua' oleh Prasetijo. Singkat cerita, Tommy dan Prasetijo tiba di ruangan Napoleon.
Prasetijo pun menyerahkan sisa 50 ribu dolar AS itu ke Napoleon. Namun, Napoleon tidak mau menerima uang tersebut. Napoleon pun meminta harga senilai Rp 7 miliar dengan alasan untuk mengamankan atasannya juga. Dalam dakwaan, tidak disebut "petinggi kita" yang dimaksud Napoleon. Belum diketahui, siapa petinggi yang dimaksud. Dalam dakwaan pun tidak disebut siapa atasannya itu.
"Naik Ji (Tommy Sumardi) jadi Rp 7 (miliar) Ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata "Petinggi Kita Ini"," kata jaksa menirukan pernyataan Napoleon.
Tommy akhirnya menyerahkan uang sekitar Rp 6 miliar secara bertahap kepada Napoleon di ruang kerjanya. Uang suap dari Djoko Tjandra tersebut diberikan Tommy kepada Napoleon dalam bentuk 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS.