REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim Advokasi Hukum Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengadukan proses penangkapan terhadap petinggi KAMI yakni Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan, dan Anton Permana ke Komnas HAM pada Selasa (27/10). Dalam aduannya, disebutkan, proses penangkapan ketiga petinggi KAMI itu dianggap pelanggaran HAM oleh kepolisian.
"Mereka (Syahganda Cs) itu kan bukan teroris. Bukan pengedar narkoba. Tapi penangkapannya seperti penangkapan teroris," kata Ketua Tim Advokasi Hukum KAMI Abdullah Al Katiri di Jakarta, Selasa (27/10).
Dia meminta Komnas HAM memberi perhatian serius atas aduan mereka. Sehingga, kesewenang-wenangan aparat tidak terus menerus terjadi.
Komnas HAM, sambung dia, juga telah menerima aduan itu dan tim advokasi hukum KAMI diminta untuk melengkapi berkasnya. "Komnas HAM akan menindaklanjuti aduan kami," ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik membenarkan hal tersebut. Aduan dari KAMI, kata Taufan, telah diterima di Bagian Pengaduan.
"Ya tadi pengacaranya yang datang diterima Bagian Pengaduan," kata Taufan kepada Republika, Selasa (27/10).
Sebelumnya, Komnas HAM juga sudah menyoroti penangkapan dan proses hukum sejumlah aktivis KAMI terkait demo menolak UU Cipta Kerja yang berujung rusuh tersebut. Bahkan, percobaan penangkapan terhadap Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani dinilai sebagai kriminalisasi hukum.
"Soal aktivis KAMI yang ditahan, Komnas HAM meminta Polri benar-benar menggunakan prinsip fair trial," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kepada Republika, Rabu (21/10).
Taufan mengatakan, mesti ada delik hukum yang dilanggar dengan bukti kuat dalam memproses para aktivis KAMI. Prosesnya pun, lanjut Taufan, harus akuntabel.
"Tersangka tetap memiliki hak untuk didampingi pengacara serta hak asasi lainnya," tegas Taufan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono pernah membantah terkait adanya perlakuan berbeda terhadap para tersangka. Ia mengeklaim, pihaknya memperlakukan semua tersangka dengan perlakuan yang sama. Tidak terkecuali antara tersangka kasus korupsi dengan aktivis KAMI yang diduga melanggar Undang-undang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Selama ini kami sampaikan sama kan tidak ada perbedaan dengan tersangka-tersangka lain," tegas Awi beberapa waktu lalu.