Senin 26 Oct 2020 16:49 WIB

Pengamat: PPP tak Punya Tokoh yang Bisa Diandalkan

Pengamat menilai PPP tak punya tokoh internal yang bisa diandalkan untuk jadi ketum.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bayu Hermawan
Executive Director of Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.
Foto: Dok. Pribadi
Executive Director of Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah nama seperti Sandiaga Uno, Khofifah Indar Parawansa hingga Gus Ipul diisukan bakal meramaikan bursa calon Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai, hal tersebut menunjukan kaderisasi di tubuh PPP tak berjalan baik.

"Kalau kaderisasi kepemimpinan berjalan dengan baik tentu tidak perlu PPP harus mengambil pemain luar, ini yang terjadi, PPP tidak punya figur atau tokoh yang bisa diandalkan, sehingga sepertinya PPP kurang percaya diri mengusung kadernya sendiri," katanya kepada Republika.co.id, Senin (26/10).

Baca Juga

Menurut Pangi ketika kader PPP sudah tidak bisa diharapkan mampu memimpin partainya maka hal tersebut merupakan musibah bagi PPP.  "Kenapa enggak percaya diri mengusung kader sendiri, kenapa ada wacana kans Sandi berpeluang menjadi Ketua Umum PPP?" tuturnya.

Selain itu, Pangi melihat bahwa apa yang terjadi di PPP saat ini menunjukan bahwa partai berlambang Ka'bah tersebut tengah mengalami krisis tokoh yang dijadikan icon bagi PPP. Sehingga nama-nama calon ketua umum yang muncul justru yang mencuat dari eksternal partai.

"Setiap partai memang butuh tokoh sentral/figur atau icon, sebab hampir semua partai di Indonesia menggalami problem yang sama, punya ketergantungan pada tokoh sentral, kecuali partai yang mesinnya sudah tumbuh secara merata seperti PKS dan Golkar tidak bergantung pada magnet elektoral ketum," jelasnya.

Terkait sosok Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa, Pangi memandang ketokohan Suharso dinilai belum terlalu kuat. Bahkan dari hasil lembaga survei, nama Suharso juga belum menjadi perbincangan publik.

"Mungkin karena narasi, pikiran beliau belum maksimal tampang di panggung opini publik," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement