REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Kepolisian Gowa, Sulawesi Selatan,atas pendalaman motif lain di balik dugaan bunuh diri seorang siswi. Seorang siswi di Gowa diduga frustrasi karena sulitnya akses internet dan banyaknya beban tugas selama mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"KPAI mengapresiasi pihak kepolisian Polres Gowa yang bertindak cepat dan masih terus mendalami apakah ada motif lain di samping permasalahan PJJ secara daring dan beratnya tugas-tugas yang harus diselesaikan anak korban," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti melalui keterangan pers yang diperoleh Antara, Senin.
KPAI menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya seorang siswi di kabupaten Gowa yang diduga depresi karena kesulitan belajar daring. Jika benar motif bunuh diri siswi tersebut adalah karena frustrasi akibat PJJ, maka ia merupakan korban PJJ kedua yang meninggal setelah kematian siswa lain yang dianiaya oleh orang tuanya saat belajar jarak jauh.
Menurut Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Jufri korban diduga bunuh diri dengan minum racun akibat depresi dengan banyaknya tugas-tugas daring dari sekolahnya. Dugaan itu diperkuat dengan keterangan teman-teman korban.
Menurut teman-temannya, korban kerap bercerita perihal sulitnya akses internet di kampungnya yang menyebabkan tugas-tugas daringnya menumpuk. Rumah korban memang secara geografis berada di wilayah pegunungan sehingga akses sinyal cukup sulit.
KPAI menilai kemungkinan motif lain di balik dugaan bunuh diri tersebut penting diungkap. Jika terbukti ada motif bunuh diri karena kendala PJJ, maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh dari PJJ di kabupaten Gowa oleh Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya. Jika SMA/SMK berarti menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan dan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan.