Selasa 06 Oct 2020 22:08 WIB

Menkominfo: UU Cipta Kerja Ubah Hal Fundamental di Penyiaran

Menkominfo mengatakan UU Ciptaker telah menembus kebuntuan regulasi penyiaran.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate
Foto: GALIH PRADIPTA/ANTARA
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan ada tiga hal fundamental di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang berubah setelah pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Tiga hal kata Johnny, yakni terealisasi regulasi tentang migrasi penyiaran TV dari analog ke digital, kepastian tenggat waktu analog switch off (ASO) pada 2022, dan pencegahan inefisiensi frekuensi dan infrastruktur pasif.

"UU Ciptaker telah menembus kebuntuan regulasi di bidang penyiaran, yang belasan tahun tidak terealisasi, terealisasi dasar hukum migrasi penyiaran TV analog ke digital dan kepastian tenggat waktu analog switch off (ASO)," ujar Johnny saat konferensi pers secara daring, Selasa (6/10).

Baca Juga

Johnny mengatakan, setidaknya UU Cipta Kerja mengubah dan menambah tiga ketentuan di sektor telekomunikasi, penyiaran dan pos, yakni UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan UU No. 38 Tahun 2009 tentang Pos. Johnny pun meyakini, dengan terbitnya payung tentang migrasi penyiaran TV analog ke digital, Indonesia bisa segera mengejar ketertinggalan dari negara lain soal pemanfaatan digital dividen. 

Selain itu, spektrum frekuensi radio di pita 700MHz TV analog dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, dan penanganan kebencanaan, serta kepentingan digitalisasi Nasional. Migrasi penyiaran TV analog ke digital juga menghilangkan potensi interferensi frekuensi antara negara yang berbatasan, khususnya di ASEAN yang telah sepakat untuk seluruhnya migrasi siaran TV analog ke digital.

“Seperti diketahui bahwa saat ini Indonesia sangat tertinggal dari negara lain di bidang siaran TV digital hampir 90 persen negara di dunia telah menghentikan siaran TV analog yang sangat boros pita frekuensi radio, energi dan tampilan serta fiturnya  yang kurang optimal,” ungkapnya.

Sementara, hal fundamental kedua mengenai tenggat waktu migrasi TV analog yang telah berlangsung sejak tahun 2004, selalu molor karena gagalnya kehadiran legislasi berupa Undang-undang di bidang penyiaran.  Padahal kesepakatan internasional memutuskan bahwa 119 negara ITU Region-1 menuntaskan ASO paling lambat 2015.

Karenanya, penetapan ASO paling lambat pada tahun 2022  akan membawa dampak luar biasa khususnya dalam penghematan pita frekuensi 700 MHz sebagai frekuensi yang sangat ideal untuk Transformasi Digital Nasional. “Saat ini dengan menggunakan sistem analog seluruh kapasitas frekuensi 700 MHz sejumlah 328 MHz digunakan untuk siaran TV. Dengan ASO akan ada penghematan (digital dividend) sebesar 112 MHz yang dapat digunakan untuk kepentingan yang pertama pasti untuk transformasi digital,” katanya.

Sedangkan ketiga, UU Cipta Kerja juga dapat mencegah inefisiensi pemanfaatan sumberdaya terbatas seperti spektrum frekuensi dan infrastruktur pasif. Ia mengatakan, adanya fakta bahwa infrastruktur itu dibangun oleh masing-masing pelaku Industri selain telah menyebabkan biaya tinggi juga telah berdampak pada pembangunan tata kota, sehingga tampak seperti tidak ada kordinasi satu sama lain. 

"Padahal dengan pendekatan infrastruktur sharing bahkan frekuensi sharing maka Industri dapat melakukan efisiensi optimal. Dengan kekuatan ini selayaknya industri Telekomunikasi dalam negeri dapat mampu bersiang dengan gobal player termasuk over the top (OTT),” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement