Kamis 01 Oct 2020 09:38 WIB

Kejakgung: Belum Ada Bukti Hubungan Andi Irfan-Tommy Sumardi

Kejakgung belum menemukan bukti hubungan antara Andi Irfan-Tommy Sumardi.

Rep: Bambang Noroyo/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah
Foto: Bambang Noroyono
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus)  belum menemukan bukti dugaan hubungan peran antara tersangka Andi Irfan Jaya, dengan tersangka Tommy Sumardi terkait skandal fatwa bebas dan penghapusan red notice terpidana Djoko Tjandra. Dua tersangka di dua penyidikan terpisah tersebut, diduga punya punya koneksitas terkait uang bonus Rp 10 miliar dalam tahap ke-9 action plan pembebasan Djoko Tjandra yang direncanakan terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari, bersama Andi Irfan politikus Nasdem tersebut.

"Sampai saat ini, belum ada (bukti keterkaitan Andi dan Tommy)," kata Direktur Penyidikan di Jampidsus Febrie Adriansyah di Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, Rabu (30/9) malam. 

Baca Juga

Namun begitu, Febrie mengatakan, satu forum resmi pengungkapan fakta hukum sedang berjalan. Yaitu, persidangan terdakwa Pinangki. Febrie juga mengatakan, proses penyiapan berkas penuntutan ke pengadilan untuk tersangka Andi Irfan, dan tersangka Djoko Tjandra, di JAM Pidsus, terus dirampungkan.

Kata Febrie, jika semua tersangka tersebut sudah limpah ke pengadilan, fakta hukum terkait hubungan semua pihak yang terlibat, bakal terungkap ke publik. "Nantinya, apa yang menjadi perkembangan tentang siapa-siapa yang ada di situ (dalam skandal hukum Djoko Tjandra), kita (penyidik) bisa membuat nota pendapat, untuk penyidikan (baru)," jelasnya.

Andi Irfan, tersangka dalam penyidikan di JAM Pidsus terkait dengan perannya sebagai perantara pemberian uang 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) dari Djoko Tjandra, ke Pinangki. Uang tersebut, sebagai panjar dari harga 1 juta dolar yang dijanjikan Djoko kepada Pinangki agar mengurus penerbitan fatwa bebas dari MA. Upaya penerbitan fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra tersebut, bersama-sama Pinangki, dan Andi Irfan siapkan dalam skema proposal yang berjudul Action Plan Case JC pada November 2019. 

Djoko Tjandra, menyiapkan dana 10 juta dolar (Rp 150 miliar), untuk jalannya action plan tersebut. Dana itu, disiapkan untuk pejabat di Kejakgung, dan MA. Djoko Tjandra, membutuhkan fatwa bebas agar dirinya lepas dari status buronan dan terpidana, karena pernah divonis dua tahun penjara oleh MA 2009, terkait korupsi hak tagih utang Bank Bali 1999, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 904 miliar. Namun sebelum vonis MA 2009 dibacakan, Djoko Tjandra berhasil kabur ke Papua Nugini.

Djoko Tjandra yang buronan selama 11 tahun, tertangkap pada 30 Juli 2020 di Malaysia dan digelandang pulang ke Indonesia oleh Bareskrim Polri untuk dijebloskan ke LP Salemba menjalani vonis MA 2009. Akan tetapi, sebelum ditangkap dan dibawa pulang ke Jakarta, Djoko Tjandra berhasil masuk ke wilayah Indonesia sepanjang Mei-Juni 2020 tanpa tertangkap kepolisian, kejaksaan, pun imigrasi. Bahkan ia sempat mengurus KTP-E, Paspor, dan surat-surat lainnya, sampai mengurus upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) atas vonis MA 2009, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Juni 2020.

Kemunculannya di Indonesia dalam status buronan, dan tak tertangkap, mengungkap skandal lintas institusi penegakan hukum. Penyidikan di Kejakgung, menetapkan Pinangki, Andi Irfan, pun Djoko Tjandra sebagai tersangka. Di Bareskrim Polri melakukan penyidikan terkait dengan penerbitan surat jalan palsu, dan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) atau buronan di Interpol Polri, dan sistem Imigrasi. Bareskrim menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait itu. 

Selain Djoko Tjandra, pengacaranya, yakni Anita Dewi Kolopaking juga jadi tersangka. Anita, adalah rekanan Pinangki, pun Andi Irfan saat bermufakat dengan Djoko Tjandra saat masih buron. Dua jenderal, yakni Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte ditetapkan tersangka terkait surat jalan palsu, dan penghapusan red notice Djoko Tjandra di interpol dan imigrasi. Nama pengusaha Tommy Sumardi, pun muncul, dan ditetapkan sebagai tersangka terkait perantara uang dari Djoko Tjandra, ke tersangka dua jenderal tadi.

Di dalam Action Plan Case JC yang terangkum di dakwaan Pinangki, disebutkan 10 tahap dan rencana pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra. Mulai dari melancarkan pengaruh untuk surat menyurat antara Jaksa Agung Burhanuddin, dan mantan Ketua MA Hatta Ali. Sampai soal bayar membayar setiap tahap yang terlaksana. Pada tahap ke-9, ada disebutkan status bayar Rp 10 miliar, terkait dengan Djoko Tjandra kembali ke Indonesia. Dalam dakwaan Pinangki, memang disebutkan, tahapan-tahapan action plan tersebut, dibatalkan Djoko Tjandra pada Desember 2019.

Akan tetapi, pada tahap ke-9 terang disebutkan status bayar Rp 10 miliar, pada April-Mei 2020 jika Djoko Tjandra berhasil masuk ke Indonesia, dengan keadaan tak tertangkap, atau tak dieksekusi atas putusan MA 2009. Djoko Tjandra, pada bulan-bulan tersebut, berhasil masuk ke Jakarta, dan Pontianak, dalam keadaan tak ditangkap, pun tak dieksekusi. Mengutip dakwaan Pinangki, penanggung jawab tahapan ke-9 tersebut, yaitu P merujuk pada inisial Pinangki, IR yakni Andi Irfan, dan JC alias Djoko Tjandra sebagai pemberi bonus. 

"Action ke-9, dengan tulis tangan 'BAYAR 10 M', yaitu bonus apabila action ke-9 berhasil dilaksanakan," begitu sebagian isi dakwaan Pinangki yang dibacakan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (23/9). Sementara itu, terungkap dugaan fakta lainnya, dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan tersangka Irjen Napoleon Bonaparte di PN Jaksel. Praperadilan tersebut, terkait dengan penolakan Kadiv Hubinter Mabes Polri itu, atas status tersangka, dan proses penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim.  

Dalam praperadilan tersebut, terungkap adanya kesepakatan pemberian uang Rp 10 miliar dari Djoko Tjandra untuk penghapusan red notice di interpol dan imigrasi. Disebutkan dalam memori jawaban Bareskrim atas permohonan Napoleon, bahwa uang tersebut diberikan bertahap lewat perantara Tommy Sumardi dalam bentuk mata uang dolar AS, dan Singapura. Sebanyak Rp 7 miliar, diperuntukan kepada Irjen Napoleon sebagai tersangka yang dituduh menghapus red notice Djoko Tjandra di DPO Interpol, dan sistem Imigrasi.

Sisanya, diduga mengalir ke tersangka Brigjen Prasetijo, pun tersangka Tommy sebagai kompensasi jasa perantara pemberian dari Djoko Tjandra ke jenderal-jenderal Polisi tersebut. Seorang penyidik dan perwakilan dari Bareskrim kepada Republika.co.id, usai sidang praperadilan, Rabu (30/9) menerangkan, aliran uang Rp 10 miliar dari Djoko Tjandra tersebut, menurut penyidikan, diberikan bertahap sepanjang April-Mei 2020, sampai status buronan Djoko Tjandra terhapus dari sistem imigrasi, dan daftar pencarian orang di interpol.

Direktur Penyidik JAM Pidsus Febrie melanjutkan, ia belum mau berspekulasi terkait uang Djoko Tjandra yang mengalir ke tersangka jenderal-jenderal itu adalah bagian dari action plan tahap ke-9 yang diajukan terdakwa Pinangki, dan tersangka Andi Irfan. "Saya belum bisa memastikan itu sekarang," ucapnya.

Karena menurut Febrie, penyidikannya di JAM Pidsus terkait action plan fatwa MA untuk Djoko Tjandra ajuan Pinangki dan Andi Irfan belum akan beranjak ke pengungkapan pihak-pihak lain. "Karena dari alat bukti yang kita punya saat ini terkait penyidikan Pinangki dan Andi Irfan, itu belum sampai pada arah ke (tersangka) Tommy Sumardi yang di Bareskrim," ujar Febrie, Rabu (30/9). 

Akan tetapi Febrie menjelaskan, hasil penyidikan di Bareskrim terkait klaster red notice Djoko Tjandra, juga akan berujung pada pelimpahan berkas perkaranya ke tim di JAM Pidsus. Kejakgung, otoritas penuntutan yang berhak mengajukan Prasetijo, dan Napoleon ke persidangan meskipun penyidikannya ada di kepolisian. "Ini kan nanti semua akan digabungkan dalam satu dakwaan," ucapnya.

Sebab itu, kata Febrie, penyidiknya, akan meneliti apakah ada hubungan peran antara Andi Irfan sebagai perantara suap, gratifikasi dari Djoko Tjandra ke terdakwa jaksa Pinangki. Dan peran tersangka Tommy Sumardi, sebagai perantara suap, gratifikasi Djoko Tjandra ke dua jenderal Prasetijo, dan Napoleon. "Nanti akan terlihat dalam dakwaan, apakah ada ke arah itu," kata Febrie.

Pengacara Djoko Tjandra, Krisna Murti pekan lalu pernah memastikan, kliennya membatalkan seluruh tahapan, termasuk tahapan ke-9 action plan terkait bonus Rp 10 miliar. Kata Krisna, pembatalan pembayaran bonus tersebut, setelah Djoko Tjandra, memastikan adanya unsur penipuan dalam proposal action plan yang diajukan Pinangki, dan Andi Irfan. Krisna mengatakan, kliennya membatalkan seluruh tahapan action plan, pada Desember 2019. 

"Enggak ada. Yang ada dalam action plan itu, pembayaran ke sana-sini dan sebagainya itu, nggak jadi semua,” kata Krisna saat ditemui di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jakarta, Rabu (24/9). 

Meskipun, ia mengakui ada perintah dari kliennya, agar memberikan uang 500 ribu dolar (Rp 7,5 miliar) kepada Andi Irfan. Pemberian kepada Andi Irfan itu, lewat perantara lain, yakni ipar Djoko Tjandra, Herriyadi Angga Kusuma, pada 26 November 2019 di kawasan Senayan City, Jakarta Selatan. Uang kepada Andi Irfan itu yang diterima Pinangki. Dan sampai sekarang, penyidik di JAM Pidsus belum mendapat pengakuan, berapa uang yang diterima Andi Irfan atas seluruh perannya itu. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement